Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
loading...

Sejarah Kerajaan Bali: Pendiri, Kehidupan, Kejayaan dan Peninggalan

Sejarah Kerajaan Bali: Pendiri, Kehidupan, Kejayaan dan Peninggalan

Kerajaan Bali merupakan salah satu dari serangkaian kerajaan hindu budha yang pernah memerintah di Bali, di Kepulauan Sunda Kecil, Indonesia. Pemerintahannya sempat berganti beberapa kali pada masa itu, hal ini disebabkan karena banyak terjadi pertikaian antar kerajaan yang merebutkan daerah kekuasaan. Adapun kerajaan-kerajaan dibagi dalam beberapa masa sesuai dinasti yang memerintah saat itu.


Sejarah Asli Kerajaan Bali yang terbentang dari awal abad ke 10 sampai awal abad ke 20, menampilkan budaya istana Bali yang kaya akan unsur-unsur roh dan penghormatan leluhur. Budaya ini adalah kombinasi dari pengaruh Hindu, yang diadosi dari India melalu perantara Jawa Kuno, berkembang, memperkaya, dan membentuk budaya bali.

Kerajaan Bali memiliki kedekatan dan hubungan dengan budaya yang ada di Pulau Jawa, karena berdekatan selama periode Hindu-budha di Indonesia. Sejarah Kerajaan Bali sangat dipengaruhi oleh kerajaan di Jawa, mulai dari Kerajaan Medang (Mataram) pada abad ke 9 sampai ke Kerajaan Majapahit pada abad ke 13.

Oleh sebab itu, Budaya, bahasa, seni, dan arsitektur di pulau Bali dipengaruhi oleh Jawa. Pengaruh ini semakin kuat dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke 15. Kerajaan jatuh ketangan Kesultanan Muslim Demak, sejumlah abdi Hindu, bangsawan, pendeta, dan pengrajin memutuskan untuk berlindung di Pulau Bali.

Akhirnya, Bali menjadi apa yang digambarkan oleh sejarawan Ramesh Chandra Majumdar, sebagai benteng terakhir budaya dan peradaban Indo-Jawa. Pada abad-abad berikutnya, Kerajaan Bali memperluas pengaruhnya ke pulau-pulau tetangga.

Misalnya, kerajaan Gelgel Bali memperluas pengaruhnya ke wilayah Balmbangan di ujung timur Jawa, pulau Lombok, sampai bagian barat pulau sumbawa. Sementara itu, Karangasem mendirikan kekuasaan di Lombok Barat pada periode selanjutnya.

Pada pertengahan abad ke 19, negara Kolonial Hindia Belanda mulai terlibat di Bali. Mereka meluncurkan kampanye untuk melawan kerajaan kecil Bali satu per satu. Abad ke 20, Belanda berhasil menaklukkan Bali karena kerjaan-kerajaan kecil ini jatuh dibawah kendali mereka. Penaklukan Bali dilakukan dengan kekerasan, pertempuran, ritual bunuh diri massal, atau menyerah dengan damai kepada Belanda.

Meski begitu, masih ada beberapa penerus Kerajaan Bali yang masih hidup. Kejadian diatas mengakhiri masa Kerajaan Independen Bali Asli, karena pemerintah daerah berubah menjadi pemerintahan kolonial Belanda. Kemudian pemerintah Bali bersatu dalam Kesatuan Negara Republik Indonesia.

Bali Dwipa
914-1908
Luas maksimum Kerajaan Gelgel Bali pada pertengahan abad ke-16
Luas maksimum Kerajaan Gelgel Bali pada pertengahan abad ke-16
Ibu KotaBedulu (Periode Warmadewa)
Samprangan (Periode Majapahit)
Gelgel (Periode Gelgel)
Klungkung (Periode sembilan kerjaan)
Bahasa yang umum digunakanBahasa Kawi (archaic)
AgamaHindu Bali, Budha Mahayana
Bentuk PemerintahanMonarki
Raja, Arya, Dalem, Dewa Agung• c. 914 Sri Kesari Warmadewa
• c. akhir abad ke-10 Udayana Warmadewa
• c. awal abad ke-11 Anak Wungçu
• c. 1180 Jayapangus
• c. 1343 Arya Kenceng
• c. pertengahan abad ke-16 Dalem Baturenggong
• c. 1908 Dewa Agung Jambe II
Mata uangKoin perak lokal dan koin China kepeng
Sebelum Kerajaan BaliPrasejarah Indonesia, Kerajaan Medang, Majapahit
Pengganti Kerajaan BaliHindia Belanda
SekarangBagian dari INDONESIA

A. Sumber Sejarah Kerajaan Bali

Sumber yang paling penting tentang Kerajaan Bali terdapat pada prasasti berangka tahun 881 M. Prasasti ditulis menggunakan Bahasa Bali Kuno, ada juga prasasti yang ditulis dalam bahasa sansekerta. Di abad ke 11, sudah ada berita dari Tiongkok yang menyebutkan tentang tanah Po-li (Bali).

Berita dari Tiongkok itu menjelaskan bahwa adat istiadat orang Po-Li hampir sama dengan masyarakat Ho-Ling (Kalingga). Kebiasaan menulis di atas daun lontar, bila ada orang meninggal dunia, mulutnya di masukkan emas kemudian dibakar. Adat istiadat semacam ini masih ada di Bali dan dinamakan Ngaben.

Salah satu keluarga yang terkenal memerintah Bali adalah Wangsa Warmadewa. Hal ini dibuktikan dari Prasasti Blanjong berangka 914 ditemukan di Desa Blanjong, dekat Sanur, Denpasar, Bali. prasasti ditulis menggunakan bahasa Nagari (India), dan sebahagian berbahasa sansekerta. Diceritakan bahwa raja yang berkuasa adalah Raja Khesari Warmadewa pada tahun 915.

Kemudian, Raja Udayana Warmadewa Beliau memimpin kerajaan bersama istrinya yang bernama Mahendradatha atau Gunapriyadharmaptani sampai tahun 1001. Sang istri wafat dan disemayamkan dalam sebuah candi yang terletak di Desa Berusan tepatnya disebelah tenggara Bedulu.

Arcanya adalah perwujudan dari Durga yang ditemukan di daerah Kutri (Gianyar). Raja Udayana Warmadewa tetap memerintah kerajaan hingga tahun 1011 M, kemudian ia wafat dan dicandikan di Banu Wka yang sampai saat ini keberadaannya belum diketahui.

Pernikahan Raja Udayana Warmadewa dengan Mahendradatha melahirkan tiga orang putra. Tiga orang putranya bernama Airlangga (Airlangga menikah dengan seorang putri Dharmawangsa dan menjadi raja di Pulau Jawa), Marakata, dan Anak Wungsu.

Setelah sang ayah meninggal, tahta kerajaan diwariskan kepada seorang pengeran bernama Marakata. Ia memiliki gelar Dharmodhayana Wangsawardhana Marakata Panajasthana Uttunggadewa pada tahun 1011 hingga 1022 M.

Beliau memiliki perhatian yang sangat besar terhadap rakyatnya, kehadirannya sangat dihormati di daerah kerajaan. Karena sikapnya yang seperti itu, ia kerap kali dianggap sebagai penjelmaan dari kebenaran hukum. Sebagai bukti perhatian terhadap rakyatnya, beliau membangun sebuah tempat pertapaan (persada) di Gunung Kawi yang letaknya berdekatan dengan Istana Tampak Siring.

Bangunan ini cukup unik karena pahatan yang berada di atas batu gunung berbentuk menyerupai candi dan bagian dasarnya terdapat gua untuk bertapa.

Hingga kini, bangunan tersebut masih dilestarikan dengan baik dan menjadi salah satu objek wisata di Bali yang ramai dikunjungi para wisatawan. Setelah Marakata meninggal, tahta kerajaan diwariskan kepada putranya yang bernama Anak Wungsu pada tahun 1049 sampai 1077 M.

Pada masa pemerintahan Anak Wungsu, beliau membuat 28 buah prasasti yang merupakan prasasti terbanyak dari pada raja-raja yang sebelumnya. Anak Wungsu diketahui tidak mendapatkan keturunan, beliau wafat dan didharmakan di daerah Gunung Kawi.

Pada tahun 1430, Kerajaan Bali di pimpin oleh Raja Dalem Bedaulu yang kemudian Kerajaan jatuh ke tangan Gajah Mada dari Majapahit.

B. Letak Kerajaan Bali


Letak Kerajaan Bali
Peta sembilan kerajaan Bali, sekitar tahun 1900

Kerajaan Bali terletak di sebuah pulau kecil yang tak jauh dari Jawa Timur, tepatnya di Bali, di Kepulauan Sunda Kecil, Indonesia saat ini. Karena letaknya yang berdekatan dengan Pulau Jawa, maka keduanya memiliki hubungan yang erat. Berikut adalah gambaran luas maksimum Kerajaan Gelgel Bali pada pertengan abad ke 16.


C. Raja-raja Kerajaan Bali

Setiap kerajaan pastilah memiliki sosok seorang pemimipin atau raja. Berikut adalah raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Bali:

Raja-raja Kerajaan Bali

1. Raja Khesari Warmadewa

Salah satu keluarga yang terkenal memerintah Bali adalah Wangsa Warmadewa. Hal ini dibuktikan dari Prasasti Blanjong berangka 914 ditemukan di Desa Blanjong, dekat Sanur, Denpasar, Bali. prasasti ditulis menggunakan bahasa Nagari (India), dan sebahagian berbahasa sansekerta. Diceritakan bahwa raja yang berkuasa adalah Raja Khesari Warmadewa pada tahun 915.

Note: Penggunaan gelar Ratu disini bukan berarti penguasa itu seorang wanita, tetapi istilah Ratu, Rakai, dan Bhre adalah istilah asli dari Nusantara untuk menyebut seorang penguasa. Jadi penggunaan Ratu pada saat itu tidak memiliki perbedaan yang berarti atas tafsir ratu dan raja di zaman itu.

2. Ratu Sri Ugrasena

Ratu Sri Ugrasena memerintah sejak 915 hingga 942 M menggantikan Raja Khesari Warmadewa. Para masa pemerintahannya ia membuat 9 buah prasasti. Prasasti itu pada umumnya berisi mengenai pembebasan pajak untuk daerah-daerah tertentu kekuasaan kerajaan. Tak hanya itu, prasasti ini juga menceritakan mengenai pembangunan tempat-tempat suci. Sang ratu Sri Ugrasena wafat dan didharmakan di Air Mandatu.

3. Tabnendra Warmadewa

Tabnendra Warmadewa memerintah kerajaan dari tahun 955 sampai 967 M.

4. Jayasingha Warmadewa

Terdapat Pro dan Kontra mengenai Jayasingha Warmadewa yang menyebutkan bahwa ia bukan keturunan Tabanendra. Karena pada tahun 960 M bersamaan dengan masa kepemimpinan Tabanendra, Jayasingha sudah menjadi Raja. Bisa jadi, ia adalah putra mahkota yang sudah diangkat jadi raja sebalum ayahnya turun dari tahta.

Pada masa pemerintahannya, beliau membuat sebuah telaga atau tempat pemandian dari sumber suci di Desa Manukraya. Tempat pemandian tersebut dikenal dengan nama Tirta Empul yang letaknya berada di dekat Tampaksiring. Beliau memimpin kerajaan Bali sampai tahun 975 M.

5. Jayashadu Warmadewa

Jayashadu Warmadewa memerintah kerajaan dari tahun 975 sampai 983 M.

6. Sri Wijaya Mahadewi

Kerajaan Bali sempat dipimpin oleh seorang wanita yang bernama Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Menurut pendapat ratu Sri Wijaya Mahadewi berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Sedangkan pendapat dari Damais menduga bahwa sang ratu adalah putri dari Empu Sindok (Jawa Timur).

Karena didasarkan atas berbagai nama jabatan dalam prasasti Ratu Wijaya sendiri yang lazimnya disebut prasasti Jawa, namun tak dikenal di Bali, seperti makudur, madihati, dan pangkaja.

7. Dharma Udayana Warmadewa

Kerajaan Bali mencapai puncak kejayaan pada masa beliau. Beliau memerintah kerajaan bersama sang istri Mahendradatha, merupakan seorang putri dari Raja Makutawangsa Wardhana dari Jawa Timur. Sebelum udayana naik tahta, banyak yang percaya bahwa beliau berada di Jawa Timur karena namanya tercantum dalam Prasasti Jalatunda.

Pernikahan Udayana dengan Mahendradatta membawa pengaruh besar kebudayaan Jawa di Bali semakin berkembang. Contohnya saja seperti, bahasa jawa kuno mulai dipergunakan dalam penulisan prasasti. Serta mulai melakukan pembentukan dewan penasihat seperti di pemerintahan kerajaan-kerajaan Jawa.

Udayana dan istrinya memerintah hingga 1001 M, sebab sang istri meninggal dan didharmakan di Burwan. Setelah kepergian sang istri, ia tetap memerintah kerajaan hingga tahun 1011 M. Kemudian ia wafat dan dicandikan di Banuwka. Hal ini tertulis dalam sebuah prasasti Air Hwang (1011) yang menyebutkan nama Udayana. Selain itu, prasasti Ujung Hyang juga menceritakan bahwa setelah wafat Udayana dikenal sebagai Batara Lumah di Banuwka.

Hubungan pernikahan Udayana dan Mahendradatta melahirkan tiga orang putra yang bernama Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Dari ketiganya, Airlangga tidak pernah jadi raja di kerajaan Bali karena ia menjadi menantu Dharmawangsa di Jawa Timur.

8. Marakata

Marakata adalah putra dari Raja Udayana, ia memiliki gelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Utunggadewa. Beliau memerintah kerajaan Bali dari tahun 1011 hingga 1022 M. Periode pemerintahan Marakata seiring dengan Airlangga. Oleh karena itu ada beberapa pendapat kalau Marakata adalah Airlangga, karena keduanya memiliki persamaan unsur nama dan masa pemerintahan.

Dari cara kepemimpinan dan kepribadian juga memiliki kesamaan. Tapi, dari cerita diatas disebutkan pula bahwa Airlangga tidak pernah menjabat sebagi raja Kerajaan Bali karena dia sudah menjadi Raja di Jawa Timur.

Marakata sejak memerintah dijuluki sebagai sumber kebenaran hukum karena selalu melindungi dan memperhatikan rakyat kerajaan. Sebab sikapnya yang deramwan, Marakata sangat disegani dan dihormati oleh rakyatnya. Ia juga membangun sebuah candi atau persada di Gunung Kali di daerah Tampaksiring, Bali.

9. Anak Wungsu

Anak Wungsu adalah salah satu putra dari Udayana, ia memiliki gelar paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i Burwan Bhatara Lumah i Banu Wka. Beliau adalah raja Bali Kuno yang paling banyak membuat prasasti yakni 28 buah prasasti yang tersebar di Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali Selatan.

Anak Wungsu memerintah kerajaan dari 1049 sampai 1077 M. Beliau kerap dianggap sebagai jelamaan dari Dewa Wisnu. Anak Wungsu diketahui tidak mendapatkan keturunan, beliau wafat di tahun 1077 dan didhramakan di daerah Gunung Kawi dekat Tampaksiring.

10. Jaya Sakti

Jaya Sakti memerintah kerajaan dari tahun 1133 sampai 1150 M, bersamaan dengan masa pemerintahan Jayabaya di Kediri. Pada masa pemerintahannya, ia dibantu oleh penasihat kerajaan yang terdiri dari para senapati serta pimpinan keagamaan baik dari agama Hindu maupun Budha. Jaya Sakti memakai kitab undang-undang yang bernama kitab Utara Widdhi Balawan dan Kitan Rajawacana.

11. Bedahulu

Bedahulu atau Sri Astasura Ratna Bhumi Banten memerintah kerajaan Bali pada tahun 1343 M. Ia memimpin kerajaan dibantu oleh kedua patihnya yang bernama Kebo Iwa dan Pasunggrigis. Bedahulu adalah raja terakhir yang memimpin kerajaan Bali, karena pada masa pemerintahannya kerajaan Bali dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada dan daerah kerajaan menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit.

D. Kehidupan Politik Kerajaan Bali

Diawal tahun 989 hingga 1011 M, Kerajaan Bali dipimpin oleh Udayana Warmadewa. Ia memiliki tiga orang putra yang bernama Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Berdasarkan salah satu prasasti, udayana memiliki hubungan baik dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur, hal ini tak lain karena permaisuri Udayana yang bernama Gunapriya Dharmapatni adalah keturunan Mpu Sindok.

Setelah wafat, Udayana digantikan oleh putranya Marakarta. Pada masa pemerintahan Marakarta, masyarakat menganggap bahwa sang raja adalah sumber kebenaran hukum, karena sifatnya yang dermawan dan juga selalu melindungi rakyatnya.

Pada masanya juga dibangun sebuah tempat peribadatan untuk masyarakat kerajaan yang berada di Gunung Kawi Tampaksiring. Setelah Marakata meninggal, tahta kerajaan digantikan adiknya yang bernama Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar yang berasal dari Dinasti Warmadewa.

Pada masa pemerintahannya, ia berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan, baik dari dalam maupun luar wilayah kerajaan. Dalam pemerintahannya, Anak Wungsu dibantu oleh penasihat pusat yang dikenal dengan sebutan Pakirankiran i jro makabehan.

Penasihat kerajaan tersebut terdiri atas senapati, pendeta siwa, dan pendeta budha. Mereka bertugas memberi tafsiran serta nasihat kepada sang raja dalam berbagai permasalahan yang muncul di kehidupan masyarakat.

Sedangkan senapati mempunyai tugas dalam urusan kehakiman dan pemerintahan, pendeta bertugas untuk mengurusi masalah sosial dan keagamaan.

E. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Bali

Kehidupan ekonomi pada masa Kerajaan Bali lebih mengandalkan pada bidang pertanian. Hal ini bukan tanpa alasan, karena sudah diceritakan dalam beberapa prasasti yang memuat berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan bercocok tanam.

Beberapa istilah seputar bercocok tanam yang terdapat dalam prasasti yakni sawah, parlak (sawah kering), kebwan (kebun), gagal (ladang), dan kasuwakan (irigasi). Selain sektor pertanian, ditemukan juga kegiatan ekonomi lain dari masyarakat Kerajaan Bali, diantaranya adalah:

1. Pande (Pandai = Perajin)

Terdapat golongan masyarakat yang memiliki kepandaian dalam hal membuat kerajinan perhiasan dari bahan emas dan perak. Kerajinan yang dibikin biasanya berupa peralatan rumah tangga, alat-alat pertanian, dan juga senjata tajam.

2. Undagi (Seni)

Masyarakat undagi adalah masyarakat yang memiliki kemampuan dalam hal pahat, lukis, dan seni bangunan.

3. Pedagang

Masyarakat Kerajaan Bali juga melakukan perdagangan untuk mendukung perekonomian. Pada masa Kerajaan Bali Kuno, perdagangan dibagi menjadi dua. Pedagang laki-laki disebut wanigrama, sedangkan pedagang perempuan disebut wanigrami.

Waktu itu, mereka mampu melakukan kegiatan berdagang sampai ke antar pulau. Hal tersebut tercantum dalam sebuah prasasti yang bernama Prasasti Banwa Bharu.

F. Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Bali

Struktur kehidupan sosial masyarakat yang berkembang dimasa Kerajaan Bali Kuno dilandaskan dalam beberapa hal berikut ini:

1. Sistem Kesenian

Kesenian yang berkembang di Kerajaan dan masyarakat Bali Kuno dibedakan atas sistem kesenian keraton serta sistem kesenian rakyat.

2. Sistem Kasta (Caturwarna)

Serupa dengan kebudayaan Hindu yang ada di India, dimana awalnya perkembangan agama Hindu di Kerajaan Bali dengan sistem kehidupan masyarakatnya terbagi dalam beberapa kasta. Ada sedikit perbedaan dimana masyarakat yang berada di luar kasta disebut sebagai budak atau njaba.

3. Sistem Hak Waris

Sistem warisan harta benda dalam satu keluarga dibedakan menjadi anak laki-laki dan anak perempuan. Dalam urusan ini, anak laki-laki menerima warisan lebih banyak dibandingkan anak perempuan.

4. Agama dan Kepercayaan

Seperti yang sudah diceritakan diatas, bahwa masyarakat Kerajaan Bali sangat terbuka dalam hal menerima pengaruh dari luar. Meski begitu mereka tetap mempertahankan tradisi kepercayaan nenek moyang mereka. Oleh karena itu, di Bali ada juga beberapa penganut agama Hindu, Budha, dan Animisme.

G. Masa Kejayaan Kerajaan Bali

Kerajaan Bali mengalami puncak kejayaan dimasa pemerintahan Dharmodayana. Pada masa itu, kerajaan bali menggunakan sistem pemerintahan yang lebih jelas dari pada sistem sebelumnya. Pada masanya juga, beliau memperkuat kekuatan kerajaan dengan melakukan pernikahan anatara Dharma Udayana dengan Mahendradatta, putri dari raja Makutawangsawardhana yang berasal dari Jawa Timur. Hal ini tentu semakin memperkuat kekuatan kedudukan kerajaan diantara Pulau Jawa dan Bali.

H. Penyebab Runtuhnya Kerajaan Bali

Kerajaan Bali mengalami keruntuhan akibat siasat yang dilakukan oleh Patih Gajah Mada, pada saat itu ia tengah menjalankan misi untuk memperluas wilayah ekspansinya ke Nusantara. Awal mulanya, Patih Gajah Mada mengajak Raja Kerajaan Bali untuk berunding mengenai penyerahan wilayah kerajaan ke tangan Majapahit. Oleh karena itu, Patih Kebo Iwa dikirim menuju Majapahit untuk melakukan perdamaian.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Bali
Raja Buleleng bunuh diri dengan 400 pengikut, pada tahun 1849 puputan melawan Belanda.


Akan tetapi, sesampainya disana Kebo Iwa malah dibunuh tanpa sepengetahuan Kerajaan Bali. Kemudian Kerajaan Majapahit mengutus Patih Gajah Mada untuk berpura-pura mengajak berunding bersama. Kerajaan Majapahit akhirnya membunuh raja Gajah Waktra sehingga Kerajaan Bali jatuh ketangan Kerajaan Majapahit.

I. Peninggalan Kerajaan Bali

Berikut adalah beberpa peninggalan dari Kerajaan Bali yang hingga saat ini bisa kita jumpai, diantaranya adalah:


Candi pemesuan Peninggalan Kerajaan Bali

  1. Prasasti Blanjong
  2. Prasasti Panglapuan
  3. Prasasti Gunung Panulisan
  4. Prasasti-prasasti peninggalan Anak Wungsu
  5. Candi Padas di Gunung Kawi
  6. Pura Agung Besakih
  7. Candi Mengening
  8. Candi Wasan.

Demikianlah ulasan lengkap mengenai Kerajaan Bali, mulai dari sejarah, raja-raja, kehidupan saat itu, dan peninggalannya. Semoga kita bisa menjaga warisan budaya dan peninggalan Kerajaan Bali agar bisa dilihat oleh generasi penerus bangsa. Semoga artikel ini bermanfaat.

Post a Comment for "Sejarah Kerajaan Bali: Pendiri, Kehidupan, Kejayaan dan Peninggalan"

loading...
loading...
loading...