Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
loading...

Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno: Raja, Kehidupan Politik, Peninggalan

Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno: Raja, Kehidupan Politik, Peninggalan

Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Hindu. Kerajaan ini diperkirakan berada di Jawa Tengah pada Abad ke 8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke 10. Seperti apa penjelasan lengkapnya? Dibawah ini akan kita bahas secara tuntas tentang Kerajaan Mataram Kuno mulai dari, sumber sejarah, raja-raja, kehidupan politik, sampai peninggalannya.


A. Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno dulu terletak di Jawa Tengah di daerah Yogyakarta, kerajaan ini dikelilingi oleh banyak pegunungan, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu.

Daerah Kerajaan Mataram Kuno sangat terkenal dengan tanahnya yang subur karena dikelilingi oleh gunung berapi. Selain itu, terdapat beberapa aliran sungai yang tidak tersumbat seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Sungai Bengawan Solo.

Letak Istana dari kerajaan ini sempat berpindah-pindah disebabkan oleh bencana alam. Awalnya kerajaan terletak di Jawa Tengah di abad ke 8, kemudian dipindahkan ke Jawa Timur sekitar abad ke 10. Akan tetapi, dimata orang awam sejarah dari Mataram Kuno sedikit rancu dengan sejarah Kerajaan Mataram Islam. Karena kedua kerajaan ini terpaut waktu ratusan tahun dengan banyak perbedan.

Kerajaan Mataram Kuno memiliki sebutan lain seperti Kerajaan Mataram Hindu atau Kerajaan Medang. Mayoritas masyarakat disana menganut ajaran Hindu Syiwa yang kemudian berubah menjadi Buddha Mahayana. Sedangkan sistem pemerintahannya berbeda dengan apa yang sudah ditetapkan dalam sejarah kerajaan Majapahit sebagai pendahulunya.

Kerajaan Mataram Kuno menjadi kerajaan agraris yang meneruskan tahta kerajaan Kalingga (Ho-Ling). Dalam jejak sejarah, ada 3 dinasti yang pernah menguasai Kerajaan Mataram Kuno diantaranya yakni Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra, dan Wangsa Isana.

Wangsa Sanjaya merupakan dinasti pemeluk agama Hindu yang beraliran Syiwa, sedangkan Wangsa Syailendra adalah dinasti pemeluk agama Budha, dan Wangsa Isana adalah wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.

Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Mataram Kuno yang sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya penganut ajaran Hindu. Setelah beliau wafat, Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran dan berpindah agama Buddha beraliran Mahayana. Pada waktu itulah Wangsa Sayilendra berkuasa, dan saat itu juga agama Hindu dan Buddha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno.

Penganut ajaran Hindu tinggal di Jawa Tengan bagian Utara, dan penganut ajaran Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian Selatan.

Wangsa Sanjaya kembali berkuasa setelah Raja Samaratungga Pramodawardhani menikah denga Rakai Pikatan yang menganut agama Hindu. Pernikahan ini membuat Rakai Pikatan maju sebagi raja dan memulai kembail Wangsa Sanjaya.

Rakai Pikatan juga sukses menyingkirikan seorang anggota Wangsa Saylendra bernama Balaputradewa yang merupakan saudara Pramodawardhani. Balaputradewa memutuskan mengungsi ke kerajaan Sriwijaya dan menjadi raja disana.

Kekuasaan wangsa Sanjaya berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa. Penyebab berakhirnya kepemerintahan Sumba Dyah Wawa masih diperdebatkan. Ada teori yang menyebutkan bahwa pada saat itu terjadi bencana alam yang membuat pusat Kerajaan Mataram hancur.

Mpu Sindok akhirnya menggantikan Rakai Sumba sebagi raja dan memindahkan pusat kerajaan mataram kuno ke Jawa Timur, dan mulai membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.

Awal mula letak Kerajaan Mataram Kuno berada di daerah Mataram (sekarang dekat Yogyakarta). Selanjutnya, pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dipindahkan ke Mamrati (daerah Kedu). Kemudian, dimasa pemerintahan Syah Balitung dipindahkan lagi ke Poh Pitu (masih sekitaran Kedu). Di zaman Dyah Wawa dipindahkan kembali ke daerah Mataram. Terakhir, Mpu Sindok memindahkan istana ke wilayah Jawa Timur.

Kerajaan Mataram Kuno (Medang) 752 – 1045
Kerajaan Medang pada Periode Jawa Tengah dan Jawa Timur
Kerajaan Medang pada Periode Jawa Tengah dan Jawa Timur
Ibu KotaJawa Tengah: Mdaŋ i Bumi Mataram (lokasi tepat tidak diketahui, diperkirakan di sekitar Yogyakarta dan Prambanan), kemudian pindah ke Poh Pitu dan Mamrati Jawa Timur: Mdaŋ i Tamwlaŋ dan Mdaŋ i Watugaluh (dekat Jombang), kemudian pindah ke Mdaŋ i Wwatan (dekat Madiun)
BahasaJawa Kuno, Sansekerta
AgamaKejawen, Hindu, Buddha, Animisme
Bentuk PemerintahanMonarki
Raja732—760 Sri Sanjaya
985—1006 Dharmawangsa Teguh
Mata UangMasa dan Tahil (koin emas dan perak lokal)
Sebelum Kerajaan Mataram KunoKalingga, Kerajaan Sunda
Pengganti Kerajaan Mataram KunoKerajaan Kediri

B. Dimanakah Letak dan Wilayah Kerajaan Mataram Kuno?

Seperti yang sudah dituliskan diatas bahwa letak kerajaan sering berpindah-pindah. Namun intinya Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah yang dikenal dengan Bumi Mataram (Yogyakarta). Beberapa daerah yang pernah menjadi lokasi istana Medang berdasarkan prasasti-prasasti yang sudah ditemukan antara lain,
  • Medang i Bhumi Mataram (zaman Sanjaya).
  • Medang i Mamrati (zaman Rakai Pikatan).
  • Medang i Poh Pitu (zaman Dyah Balitung).
  • Medang i Bhumi Mataram (zaman Dyah Wawa).
  • Medang i Tamwlang (zaman Mpu Sindok).
  • Medang i Watugaluh (zaman Mpu Sindok).
  • Medang i Wwatan (zaman Dharmawangsa Teguh).
Menurut perkiraan, Mataram terletak di daerah Yogyakarta sekarang. Mamrati dan Poh Pitu diperkirakan terletak di daerah Kedu. Sementara itu, Tamwlang sekarang disebut dengan nama Tembelang, sedangkan Watugaluh sekarang disebut Megaluh. Keduanya terletak di daerah Jombang. Istana terakhir, yaitu Wwatan, sekarang disebut dengan nama Wotan, yang terletak di daerah Madiun.

Wilayah kerajaan dikelilingi oleh pegunungan dan gunung seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Selain itu daerahnya dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo hal itu yang menyebabkan Bumi Mataram terkenal subur.

Peta Kerajaan Mataram Kuno Pada Periode Jawa Tengah dan Jawa Timur

Peta Kerajaan Mataram Kuno Pada Periode Jawa Tengah dan Jawa Timur

Letak Mataram Kuno periode Jawa Tengah

Letak Mataram Kuno periode Jawa Tengah

Letak Mataram Kuno periode Jawa Timur

Letak Mataram Kuno periode Jawa Timur


C. Awal Mula Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Rajya Medang I Bhumi Mataram adalah salah satu petunjuk bahwa dulu pernah berdiri satu kerajaan di bumi Mataram. Mataram adalah daerah penting yang menjadi pusat dari kerajaan itu sendiri, oleh sebab itu nama kerajaan Medang lebih dikenal daripada Kerajaan Mataram Kuno (Hindu).

Kerajaan Mataram Kuno dibangun diatas sebuah prasasti yang bertuliskan angka 907 yang dikenal dengan prasasti Mantyasih.  Dalam prasasti ini dijelaskan secara gamblang bahwa penguasa pertama Kerajaan Mataram Kuni atau Medang adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Penggunaan gelar Ratu disini bukan berarti penguasa itu seorang wanita, tetapi istilah Ratu, Rakai, dan Bhre adalah istilah asli dari Nusantara untuk menyebut seorang penguasa. Jadi penggunaan Ratu pada saat itu tidak memiliki perbedaan yang berarti atas tafsir ratu dan raja di zaman itu.

Sanjaya memiliki ibu yang bernama Sannaha dan saundara bernama Sanna, Sanna menguasai sebuah kerajaan tanpa nama. Kerajaan itu gagal karena sistem pemerintahannya kacau, maka Ratu Sanjaya hadir dan menyelesaikan masalah itu. Pada tahun 732 Masehi, Ratu Sanjaya membuat sebuah prasasti yang menyebutkan bahwa Ratu Sanjaya menjabat sebagai raja.

Sanna diketahui memiliki beberapa nama diantaranya Senna dan Bratasenawa. Jatuhnya tahta kerajaan Galuh setelah mengabdi sejak 706 – 716 Masehi dipicu oleh pemberontakan yang tak bisa diredam. Tujuan dari pemberontakan tersebut adalah untuk mengkudeta Raja Sanna yang dipelopori oleh Purbasora, paman dari Sanjaya.

Beliau kemudian diberhentikan secara paksa oleh Purbasora. Merasa berhak atas tahtanya, Raja Sanna kemudian mengungsi ke sahabatnya sang raja Sunda pertama bernama Tarusbawa. Sebenarnya, antara Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda memiliki ikatan lebih dari sahabat. Karena keduanya adalah bagian dari sejarah Kerajaan Tarumanegara yang pada akhirnya terpecah menjadi dua bagian.

Disana Senna dan keluarganya diperlakukan dengan sangat baik oleh Kerajaan Galuh. Setiap tindakan dari keluarga Sanna diperhatikan dengan baik oleh Raja Tarusbawa sehingga ia merasa sangat simpati dengan sahabatnya tersebut. Dia memutuskan untuk menikahkan putrinya dengan Sanjaya, anak Sannaha (adik kandung Sanna).

Setelah menikah, Sanjaya otomatis lebih leluasa untuk bermain politik di dalam kerajaan. Ia memiliki tujuan untuk membalaskan dendam kepada keluarga Purbasora atas kudeta yang ia lakukan. Kemudian Sanjaya menyampaikan maksudnya itu secara langsung kepada mertuanya untuk mendapatkan restu sekaligus bantuan perang.

Siasat untuk membalas dendam dimulai dengan pengangkatan Sanjaya sebagai Raja Kerajaan Sunda. Sanjaya memerintah tidak menggunakan nama besarnya secara langsung, karena ia bermaksud untuk menjalankan pemerintahan kerajaan di Sunda sebagai pengganti sang mertua yang sudah mulai berumur.

Seharusnya tahta kerajaan jatuh kepada sang istri, akan tetapi karena sang istri kurang cakap dalam menjalankan pemerintahan, ia lebih percaya kepada suaminya untuk menjalankannya. Akhirnya Sanjaya akan menguasai tiga kerajaan sekaligus.

Dengan kecakapan Sanjaya dalam memerintah Kerajaan Sunda yang masuk kedalam wilayah Jawa Barat. Sanjaya ikut terlibat dalam sejarah Kerajaan Kalingga, ia menggantikan sang Ratu Sima yang dikenal sangat adik dalam memerintah dan menduduki tahta kerajaan Kalingga. Kemudian di abad ke 7, Sanjaya mengakhiri kekuasaannya dan membagi kerajaan menjadi dua bagian dan diserahkan kepada putranya.

Sanjaya kemudian pergi menuju Mataram untuk mewujudkan maksudnya dari awal untuk membalaskan dendam dan mengambil alih kekuasaan disana. Setelah tujuannya berhasil, ia kemudian memulai semuanya dari awal. Sejarah lebih mengenal Sanjaya sebagai pendiri Wangsa Sanjaya yang mengiasai Kerajaan Mataram Kuno (Hindu).

D. Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno


1. Wangsa Sanjaya atau Dinasti Sanjaya

Kerajaan Mataram Kuno memang sudah menampakkan kejayaannya dari awal. Ini semua berkat kecakapan Sanjaya dalam memimpin kerajaan dan dia memang pantas disebut sebagi Raja. Sanjaya tak hanya memikirkan tahta semata, ia juga memahami dengan benar kitab suci yang dianutnya karena ia adalah seorang panganut ajaran Hindu Syiwa yang taat.

Semala menjabat, Kerajaan Mataram Kuno menjadi komoditi pertanian berupa olahan padi sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat dalam dan luar kerajaan. Urusan agama, sanjaya tidak pernah menunggu para Brahmana untuk menyuruh membangun pura sebagai tempat suci peribadatan orang Hindu.

Walaupun Sanjaya sangat mendukung perkembangan agama Hindu di Indonesia, ia membolehkan penduduknya untuk memeluk agama lainnya. Pada saat itu, hanya ada dua agama yang memiliki pengaruh besar yakni agama Hindu dan Buddha. Beliau adalah raja yang bijak, hal ini tercermin dalam sejarah kerajaan Majapahit yang sukses menerapkan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang sesuai dengan kitab Negarakertagama.

2. Rakai Panangkaran

Rakai Panangkaran adalah pengganti tahta Ratu Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Beliau berhasil menaklukkan raja-raja kecil yang menjabat di daerah Mataram Kuno. Pada masa pemerintahannya, penduduk yang menganut agama Hindu tinggal di wilayah Mataram Utara, sedangkan penganut agama Hindu lebih nyaman tinggal di wilayah Jawa Tengah sebelah Selatan.

Memisahkan tempat beragama ini bertujuan supaya kedua agama tersebut dapat hidup secara berdampingan, menjalankan ibadahnya masing-masing, dan berinteraksi dengan orang-orang yang sama. Rakai Panangkaran percaya bahwa iman akan semakin kuat jika sering bergaul dengan orang-orang yang seagama. Tapi, lepas dari urusan agama, penduduk mataram kuno tetap dapat menjalin hubungan dagang dan juga pekerjaan dengan baik.

Rakai Panangkaran berpindah agama ke Buddha Mahayana sejak saat itu dan mendirikan Wangsa baru yang diberi nama Syailendra. Dengan begitu ada wangsa kedua yang menguasai kerajaan Mataram Kuno. Rakai Panangkaran dikenal memiliki jiwa pemberani yang sangat jelas mencolok.

Hal unik pada masa pemerintahannya adalah para penganut agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan dengan aman dan nyaman. Penganut Hindu bisa mendirikan Candi Dieng dan Gedong Songo yang saat ini menjadi candi peninggalan Hindu. Ada Mendut, Prambanan dan Borobudur dibagian selatan Mataram Kuno yang saat ini jadi candi peninggalan Buddha.

Dalam masa perkembangannya, kedua wangsa tersebut memang pernah berselisih. Permasalahnya masih seputar kekuasaan Raja. Tapi, perselisihan ini bisa diatasi oleh Rakai Pikatan dari wangsa Sanjawa yang menganut agama Hindu untuk menikahi Pramodhawardhani sang putri dari Samarattungga yang memulai pembangunan Borobudur dari Dinasti Syailendra. Kedua wangsa dan agama ini akhirnya damai dan kembali duduk di istana kerajaan.

Kerajaan Mataram Kuno terus tumbuh berkembang pesat sampai akhirnya kekuasaan jatuh ke tangan Dyah Balitung. Ia adalah raja yang mempu mempersatukan Jawa di bawah tundukan satu kerajaan, bahkan kekuasaannya dapat menyentuh sampai ke pulai Bali.

E. Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno

Berdasarkan teori Slamet Muljana, daftar dari raja-raja yang pernah duduk memerintah Kerajaan Mataram Kuno adalah sebagai berikut :
  1. Sanjaya, (merupakan pendiri Kerajaan Medang)
  2. Rakai Panangkaran, (awal berkuasanya Wangsa Syailendra)
  3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
  4. Rakai Warak alias Samaragrawira
  5. Rakai Garung alias Samaratungga
  6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, (awal kebangkitan Wangsa Sanjaya)
  7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
  8. Rakai Watuhumalang
  9. Rakai Watukura Dyah Balitung
  10. Mpu Daksa
  11. Rakai Layang Dyah Tulodong
  12. Rakai Sumba Dyah Wawa
  13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
  14. Sri Lokapala (merupaka suami dari Sri Isanatunggawijaya)
  15. Makuthawangsawardhana
  16. Dharmawangsa Teguh, (berakhirnya Kerajaan Medang)

Dari daftar diatas hanya Sanjaya yang memakai gelar ratu, sedangkan raja setelahnya raja sesudahnya memakai gelar Sri Maharaja.

F. Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Terdapat dua sumber utama yang membuktikan berdirinya Kerajaan Mataram Kuno, yakni berupa prasasti dan candi-candi yang masih bisa kita temui saat ini. Adapun prasasti peninggalan Kerajaan Mataram Kuno tersebut adalah:

1. Prasasti Canggal

Ditemukan di dalam halaman Candi Guning Wukir yang terletak di desa Canggal bertulisakan angka 732 M. Prasasti ini ditulis menggunakan huruf pallawa serta berbahasa Sansekerta. Isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang syiwa) di desa Kanjarakunja oleh Raja Sanjaya dan disamping itu juga menceritakan bahwa yang menjadi raja sebelumnya adalah Sanna dan digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanna).

2. Prasasti Kalasan

Ditemukan di desa Kalasan, Yogyakarta dan bertuliskan angka 778 M. Ditulis menggunakan huruf Pranagari (India Utara) serta bahasa sansekerta. Prasasti ini menceritakan tentang pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Pangkaran atas permintaan keluarga Syailendra, serta Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Buddha).

3. Prasasti Mantyasih

Ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah dan bertuliskan angka 907 M. Ditulis menggunakan bahasa Jawa Kuno. Prasasti ini berisi daftar silsilah raja-raja Mataram Kuno yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, dan Rakai Watuhmalang.

4. Prasasti Klurak

Ditemukan di desa Prambanan dan bertuliskan 782 M. Ditulis menggunakan huruf Pranagari dalam bahasa sansekerta. Prasasti ini berisi cerita proses pembuatan Acra Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.

Selain prasasti diatas, Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan situs berupa candi yang ada hingga sekarang. Diantaranya seperti Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi, Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur.

G. Kehidupan Pada Masa Kerajaan Mataram Kuno


1. Dinasti Sanjaya

a. Kehidupan Politik 

Berdasarkan isi dari prasasti Metyasih, Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya ke-9) memberikan hadiah tanah kepada 5 orang patihnya yang berjasa besar terhadap Mataram. Dalam prasasti juga disebutkan daftar raja yang memerintah pada masa dinasti Sanjaya, diantaranya adalah:

Rakai Sri Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
Periode wangsa Sanjaya adalah masa pendirian candi-candi siwa di gunung dieng. Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya menjabat tahta kerajaan pada pertengahan, kemudian ia digantikan oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran.

Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
Rakai Panangkaran memiliki arti raja mulia yang berhasil mengembangkan potensi wilayah kerajaan. Berdasarkan prasasti tertulis kalau dimasa Rakai Panangkaran dibangun candi tara dan di dalamnya terdapat patung Dewi Tara. Karena candi ini berada di Desa Kalasan, candi ini lebih dikenal dengan sebutan Candi Kalasan.

Sri Maharaja Rakai Panunggalan (780-800 M)
Rakai Panunggalan memiliki arti raja mulia yang peduli pada siklus waktu. Selaras dengan namanya, ia berjasa dalam sistem penanggalan kalender Jawa Kuno. Rakai Panunggalan memiliki misi dan visi untuk selalu menjunjung tinggi arti penting ilmu pengetahuan. Visi dan misi itu tertuang dan diabadikan dalam Catur Guru.
Isi Catur Guru adalah:
  • Guru Sudarma, orang tua yang melairkan manusia.
  • Guru Swadaya, Tuhan
  • Guru Surasa, Bapak dan Ibu Guru di sekolah
  • Guru Wisesa, Pemerintah pembuat undang-undang untuk kepentingan bersama

Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)
Beliau adalah seorang raja yang berperan besar dalam dunia militer, karena pada masa pemerintahannya dunia militer berkembang dengan sangat pesat.

Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M)
Rakai Garung memiliki makna raja mulia yang tahan banting dengan segala macam rintangan. Demi kemakmuran rakyatnya, sang raja bekerja dari pagi sampai larut malam.

Sri Maharaha Rakai Pikatan (840-856 M)
Dimasa pemerintahan Rakai Pikatan, dinasti Sanjaya mengalami masa yang gemilang. Dimasa ini juga pasukan Balaputera Dewa menyerang wilayah kekuasaannya. Tapi sang Rakai Pikatan bisa mempertahankan kedaulatan negerinya, bahkan pasukan Balaputera Dewa dapat dipukul mundur dan melarikan diri sampai ke Palembang. Di masa Rakai Pikatan ini juga dibangunya Candi Prambanan dan Candi Roro Jonggrang.

Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (856-882 M)
Dalam prasasti Siwagraha tertulis bahwa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi memiliki gelar Sang Prabu Dyah Lokapal di masa itu.

Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882-899 M)
Rakai Watuhumalang memiliki prinsip dalam menjalankan pemerintahannya yakni Tri Parama Arta.

Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitong (898-915 M)
Masa ini juga merupakan masa kejayaan untuk Wangsa Sanjaya. Disaat itu sang prabu aktif dalam menciptakan kegiatan oleh Cipta Karya yang berfungsi untuk mengembangkan kemajuan masyarakatnya.

Sri Maharaja Rakai Daksottama (915-919 M)
Sri Maharaja Rakai Daksottama diperintahkan untuk menggantikan dyah balitong menjadi raja Mataram Hindu.

Sri Maharaja Dyah Tulodhong (919-921 M)
Didalam prasasti Poh Galuh angka tahun 809 M, tertulis bahwa Rakai Dyah Tulodhong menggantikan Rakai Daksottama untuk memimpin masyarakat Mataram Hindu. Dimasa pemerintahannya sang Dyah Tulodhong sangat memperhatikan para kaum Brahmana.

Sri Maharaja Dyah Wawa (921-928 M)
Beliau adalah seorang raja yang sangat ahli dalam bidang diplomasi, sehingga ia sangat terkenal dalam urusan kancah politik internasional.

b. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi pada masa dinasti Sanjaya saat itu bertumpu pada sektor pertanian, karena lokasi geografisnya berada di dalam pedalaman dan juga memiliki tanah yang subur. Kemudian kerajaan mulai mengembangkan bisnis dibidang pelayaran. Pelayaran ini dimulai pada masa pemerintahan Balitung yang memanfaatkan keberadaan sungai bengawan solo sebagai jalur lalu lintas utama perdagangan menuju pantai utara Jawa Timur.

c. Kehidupan Agama

Menurut catatan dalam prasasti Canggal bisa ditarik kesimpulan bahwa dimasa wangsa Sanjaya memiliki kepercayaan agama Hindu dengan beraliran Siwa.

2. Dinasti Syailendra

a. Kehidupan Politik

Didasarkan pada prasasti yang ditemukan pada masa dinasti Syailendra diketahui ada beberapa raja yang memerintah pada waktu itu, diantaranya;

Bhanu (752-775 M)
Raja Bhanu adalah pendiri sekaligus raja pertama dari dinasti Syailendra.

Wisnu (775-782 M)
Dimasa pemerintahan Wisnu dimulai pembangunan Candi Borobudur ditahun 778.

Indra (782-812 M)
Pada masa pemerintahan Indra, beliau membuat sebuah prasati bernama Klurak yang bertuliskan angka tahun 782 M yang letaknya di daerah Prambanan. Pemerintahan saat itu bergerak dalam sistem politik ekspansi.

Ekspansi wilayah yang dilakukan pemerintah indra bertujuan untuk menguasai daerah sekitar Selat Malaka. Beliau juga memperkokoh pengaruh kekuasaan Syailendra di Sriwijaya dengan perkawinan politik. Ia mengawinkan putranya yang bernama Samarotungga dengan putri dari Raja Sriwijaya.

Samaratungga (812-833 M)
Di tahun 812, Samaratungga mengganti kepemimpinan Raja Indra. Beliau berperan besar mengatur segala dimensi kehidupan rakyat mataram. Sebagai raja Mataram Budha, ia sangat memahami nilai agama dan budaya yang dianutnya.

Dimasa ini juga pembangunan candi borobudur dilanjutkan, namun sebelum candi selesai dibangun Samaratungga meninggal. Beliau kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Balaputra Dewa anak dari selir.

Pramodhawardhani (883-856 M)
Pramodhawardhani adalah putri dari Samaratungga yang terkenal cerdas dan juga cantik. ia mendapatkan gelar Sri Kaluhunan yang berarti seorang keratin yang menjadi tumpuan dan harapan untuk rakyat. Pramodhawardhani dijodohkan untuk jadi permaisuri raja Rakai Pikata dari wangsa Sanjaya.

Balaputera Dewa (883-850 M)
Balaputra Dewa adalah putra dari Samaratungga dengan ibunya Dewi Tara (putri dari raja Sriwijaya). Berdasarkan tulisan Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kepemimpinan kerajaan oleh Rakai Pikatan suami Pramodhwardhani.

Balaputera Dewa merasa lebih pantas mendapatkan tahta itu karena beliau adalah anak laki-laki berdarah Syailendra dan tidak setuju pada tahta yang diberikan Rakai Pikatan yang keturunan Sanjaya. Dalam perang saudara itu, Balaputera Dewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Palembang.

b. Kehidupan Sosial

Tidak diketahui secara pasti mengenai kehidupan sosial dimasa dinasti Syailendra. Tapi berdasarkan peninggalan berupa candi-candi dan para ahli sejarah menyimpulkan bahwa kehidupan sosial dimasa itu sudah sangat teratur.

Hal ini dapat dilihat dari cara pembuatan candi dengan tenaga masyarakat yang bergotong royong. Dengan begitu juga menjelaskan bahwa rakyat pada waktu itu mematuhi rajanya. Walaupun ada dua agama yang berbeda, toleransi beragama diantara masyarakat juga sangat baik.

c. Kehidupan Ekonomi

Pada masa dinasti Syailendra, kehidupan ekonomi masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, dan pengrajin. Pada masa ini sudah ditetapkan pajak bagi seluruh masyarakat mataram kuno. Hal ini dapat dibuktikan dalam sebuah prasasti Karang Tengah, disana tertulis bahwa Rakryan Patatpa Pu Palar membangun bangunan suci yang menjadi simbol masyarakat yang patuh membayar pajak.

d. Kehidupan Agama

Raja-raja pada masa dinasti Syailendra mayoritas menganut ajaran agama Buddha Mahayana. Hal ini membuktikan bahwa agama Buddha sudah masuk di Mataram. Dengan adanya banungan candi-candi bercorak buddha, bisa disimpulkan bahwa masyarakat disana juga beragama Buddha Mahayana.

H. Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno

Pada masa pemerintahan Raja Balitung (898-910 M), kerajaan Mataram Kuno mencapai puncak kejayaan. Raja balitung dapat menaklukkan daerah-daerah yang berada di sebelah timur. Dengan begitu wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno semakin luas meliputi Bagelan (Jawa Tengah) sampai Malang (Jawa Timur).

Faktor lain yang menyebabkan Kerajaan Mataram Kuno meraih Kejayaan adalah:
  • Naik tahtanya Sanjaya yang sangat ahli dalam bidang peperangan
  • Pembangunan sebuah waduk Hujung Galuh di daerah Waringin Sapta (Waringin Pitu) guna untuk mengatur aliran Sungai Berangas, sehingga banyak kapal dagang dari Benggala, Sri Lanka, Chola, Champa, Burma, dan lainnya datang ke pelabuhan itu.
  • Pindahnya kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur yang didasari oleh:
    • Adanya sungai-sungai besar, antara lain Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang memudahkan lalu lintas perdagangan.
    • Adanya dataran rendah yang luas sehingga memungkinkan penanaman padi secara besar-besaran.
    • Lokasi Jawa Timur yang berdekatan dengan jalan perdagangan utama waktu itu, yaitu jalur perdagangan rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.

I. Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno

Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno adalah:
  1. Meletusnya gunung merapi yang menyemburkan lahar dan menimbun candi-candi yang telah dibangun kerajaan, sehingga otomatis candi-candi tersebut menjadi rusak.
  2. Krisis politik di tahun 927-929 M.
  3. Perpindahan lokasi kerajaan karena pertimbagan ekonomi. Kerajaan Mataram Kuno berpindah ke daerah Jawa Tengah yang kurang subur, jarang terdapat sungai besar, dan tidak ada pelabuhan yang strategis.
Mpu Sindok menjabat sebagai Rake I Hino saat Wawa menjadi raja di Mataram, kemudian pindah ke daerah jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana disana. Kemudian ia menjadikan Walanggaluh sebagai pusat kerajaan.

Mpu Sindok yang membangun dinasti baru beranama Isanawangsa. Ia berhasil membentuk Kerajaan Mataram Kuno sebagai penerus dari kerajaan sebelumnya yang berpusat di daerah Jawa Tengah. Beliau memimpin dinasti ini sejak tahun 929-948 M.

Sumber sejarah yang bersangkutan dengan Kerajaan Mataram di daerah Jawa Timur diantaranya Pucangan, prasasti Anjukladang, dan Pradah, prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti berisi penyerahan kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yang bernama Smarawijaya putra Teguh Dharmawangsa.

J. Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Sebagai salah satu Kerajaan terbesar yang pernah berdiri di Nusantara pastilah meninggalkan peninggalan yang menjadi bukti eksistensinya dahulu. Salah satu peninggalan kerajaan mataram yang paling banyak adalah berbentuk prasasti-prasasti.

Prasasti-Prasasti Kerajaan Mataram Kuno

1. Prasasti Canggal

Prasasti Gunung Wukir atau Prasasti Sanjaya atau yang biasa lebih dikenal sebagai Prasasti Canggal. Prasasti ini bertuliskan angka tahun 654 saka atau 732 M dan ditemukan di area halaman candi Gunung Wukir tepatnya di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah.

Prasasti ini ditulis menggunakan huruf aksara Pallawa dan bahasa sansekerta. Prasasti ini disebut sebagai pernyataan diri dari ratu Sanjaya di tahun 732 sebagai seorang pemimpin universal di Kerajaan Mataram Kuno.

2. Prasasti Kelurak

Prasasti Kelurak pertama kali ditemukan di dekat candi Lumbungan, tepatnya di Desa Kelurak sebelah utara kompleks percandian Prambanan, Jawa Tengah. Kondisi dari prasasti sudah susut akibat termakan oleh zaman sehingga isi yang ada didalamnya kurang diketahui secara pasti.

Namun, secara garis besar isi dari prasasti ini menceritakan tentang didirikannya sebuah bangunan suci untuk Arca Manjusri atas perintah Raja Indra dengan gelar Sri Sanggramadhananjaya. Menurut para ahli, “bangunan suci” yang disebut diatas adalah Candi Sewu yang terletak di kompleks Percandian Prambanan.

3. Prasasti Mantyasih

Prasasti Mantyasih ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah. Di dalam prasasti ini memuat silsilah raja Mataram sebelum raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai bentuk melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga prasasti ini menyatakan bahwa raja sebeum Balitung berdaulat penuh atas wilayah Kerajaan Mataram Kuno.

Pada prasasti juga dituliskan kalau desa Mantyasih sudah ditetapkan oleh Balitung sebagai daerah bebas pajak. Sampai saat ini, kampung Mateseh terdapat sebuah lumpung batu yang dipercaya sebagai tempat untuk melakukan upacara penetapan sima atau desa perdikan.

Bukan hanya itu, prasasti ini juga menceritakan tentang keberadaan Gunung Susundara dan wukir Sumbing yang sekarang dikenal sebagai Gunung Sindoro dan Sumbing. Arti kata “Mantyasih” adalah “beriman dalam cinta kasih”.

4. Prasasti Sojomerto

Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini adalah peninggalan dari wangsa syeilendra yang beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna.

Yang menjadi pembeda prasasti ini dengan prasasti yang lain adalah di dalamnya tidak tertulis angka tahun. Namun, berdasarkan tafsiran analisis paleografi prasasti ini dibuat di abad ke 7 atau awal ke abad ke 8 masehi.

Prasasti ini menceritakan tentang keluarga dari tokoh utama Dapunta Salendra, yakni ayahnya yang bernama Santanu dan ibunya bernama Bhadrawati. Menurut pendapat Prof. Drs, Boechari, tokoh yang bernama Dapunta Selendra merupakan cikal bakal raja-raja keturunan Wangsa Syailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.

5. Prasasti Tri Tepusan

Prasasti ini menceritakan tentang Sri Kahulunnan memberikan tanahnya yang ada di Desa Tri Tepusan untuk pembuatan serta pemeliharaan tempat suci Kamulan I Bhumisambhara. Kemungkinan besar tempat suci itu adalah nama dari Candi Borobudur di jaman dahulu pada 842 M. Prasasti ini sudah di duplikat dan disimpan di dalam museum Candi Borobudur.

6. Prasasti Wanua Tengah III

Prasasti ini ditemukan di sebuah ladang Dukuh Kedunglo, Desa Gandulan, Kaloran. Lokasinya berjarak sekitar 4 Km arah timur laut Kota Temanggung, pada bulan November 1983. Prasasti ini menceritakan secara lengkap daftar dari raja yang pernah memerintah di bumi Mataram pada masa sebelum pemerintahan raja Rake Watukara Dyah Balitung.

Prasasti ini sangat penting bagi para sejarawan dikarenakan menyebutkan secara lengkap daftar 12 nama raja Mataram. Daftar 12 raja ini melengkapi daftar raja yang disebutkan dalam prasasti Mantyasih atau prasasti Tembaga Kedu yang hanya menyebut 9 nama raja saja.

7. Prasasti Rukam

Prasasti Rukam ditemukan di desa Petarongan, Kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa Tengah pada tahun 1975. Di dalam prasasti bertuliskan angka tahun 829 saka atau 907 M.

Prasasti ini berbentuk 2 lempengan tembaga yang berbentuk persegi panjang. Lempengan pertama berisi 28 baris, sedangkan lempengan kedua berisi 23 baris ditulis menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno.

Prasasti ini menceritakan tentang peresmian Desa Rukam yang dilakukan oleh Nini Haji Rakryan Sanjiwana yang disebabkan karena Desa Rukam sudah dilanda bencana letusan gunung berapi.

Kemudian penduduk Desa Rukam diberikan kewajiban untuk memelihara semua bangunan suci yang ada di daerah Lumwung. Menurut para sejarawan, bangunan suci yang dimaksud adalah Candi Sajiwan. Candi ini sering disebut sebagai Sojiwan yang letaknya tak jauh dari Candi Prambanan.

8. Prasasti Plumpungan

Prasasti Plumpungan ditemukan di Desa Dukuh Plumpungan, pada prasasti bertuliskan angka tahun 750 M yang dipercaya sebagai asal mula kota Salatiga. Prasasti ini menceritakan tentang ketetapan hukum yakni suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra.

Pada waktu itu, ketetapan seperti ini dianggap sangat penting khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Prasasti ini menjadi titik tolak berdirinya daerah Hampra yang secara resmi sebagai daerah perdikan atau juga dikenal sebagai Swantantra.

Prasasti ini berada di desa Hampra, kini desa itu sudah masuk kedalam daerah administrasi Kota Salatiga. Maka bisa disimpulkan bahwa desa Hampra yang dulunya diberikan status bebas pajak pada masa kerajaan Mataram merupakan daerah Salatiga sekarang ini.

9. Prasasti Siwargrha

Prasasti Siwargrha terdapat tulisan chadrasengkala “Walung Gunung Sang Wiku” yang berarti angka tahun 778 Saka atau 856 M. Prasasti ini dikeluarkan oleh Dyah Lokapala atau Rakai Kayuwangi setelah masa pemerintahan Rakai Pikatan berakhir.

Prasasti ini berisi mengengai penjelasan kelompok candi yang dipersembahkan bagi desa siwa yang disebut Shivagrha (Sansekerta: rumah siwa) dimana ciri-cirinya sangat sesuai dengan kelompok Candi Prambanan.

10. Prasasti Gondosuli

Prasasti Gondosuli ditemukan di dalam reruntuhan Candi Gondosuli, di desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah. Prasasti ini dibuat oleh pengarang yang bernama Rakai Rakarayan Patapan Pu Palar yang sekaligus merupakan adik ipar dari Raja Mataram yang bernama Rakai Garung.

Prasasti ini terbentuk dari dua keping logam yang disebut sebagai Gandasuli I (Dang Pu Hwang Glis) serta Gandasuli II (Sanghyang Wintang). Prasasti ini ditulis dengan aksara kawi (Jawa Kuno) dan berbahasa Melayu Kuno serta tertulis angka 792 M.

Prasasti ini ditulis sebanyak lima baring yang menceritakan tentang filsafat serta ungkapan kemerdekaan serta Kejayaan Syailendra.

11. Prasasti Kayumwungan / Karang Tengah Prasasti Kaumwungan

Prasasti Kayumwungan ditemukan di Dusun Karang Tengah, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Prasasti ini ditemukan pada lima buah penggalan batu, oleh karena itu prasasti ini dikenal sebagai prasasti Karang Tengah.

Prasasti ini ditulis menggunakan bahasa sansekerta, isi dari prasasti ini menceritakan tentang seorang raja yang bernama Samaratungga. Anaknya yang bernama Pramodawardhani membangun bangunan suci Jinalaya dan juga bangunan bernama Wenuwana.

(Sansekerta: Venuvana, yang berarti “hutan bambu”) yang digunakan untuk menempatkan abu jenazah “raja mega” (sebutan untuk Dewa Indra). Raja yang dimaksud dalam prasasti ini adalah raja indra atau Dharaindra dari keluarga Sailendra.

12. Prasasti Sankhara

Prasasti Sankhara ditemukan di daerah Sragen, Jawa Tengah pada abad ke 8. Tapi sayangnya, prasasti ini sudah hilang dan saat ini tidak diketahui keberadaannya. Karena prasasti ini sempat disimpan di museum pribadi, Museum Adam Malik. Menurut cerita, di tahun 2005 atau 2006 museum ini ditutup karena mengalami kebangkrutan sehingga koleksi yang ada di dalamnya dijual begitu saja.

Terlepas dari peristiwa yang terjadi, prasasti ini berisi cerita seorang tokoh yang beranama Raja Sankhara yang berpindah agama disebabkan agama Siwa yang dianutnya merupakan agama yang ditakuiti oleh banyak orang.

Kemudian sang raja berpindah agama ke Buddha disebabkan di dalam prasasti disebutkan bahwa agama Buddha adalah agama yang welas asih. Sebelumnya juga dituliskan bahwa ayah dari Raja Sankhara meninggal karena sakit selama 8 hari.

Sankhara diceritakan takut akan ‘sang guru’ yang tidak benar, lalu meninggalkan agama siwa dan berpindah ke agama buddha Mahayana serta memindahkan pusat kerajaan ke daerah Timur. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia menyebutkan bahwa raja Sankhara disamakan dengan Rakai Panangkaran, sedangkan ayah dari Raja Sankhara tidak disebutkan namanya dalam prasasti, tapi disamakan dengan Raja Sanjaya.

13. Prasasti Ngadoman

Prasasti Ngadoman ditemukan di daerah Salatiga di desa Ngadoman, Jawa Tengah. Prasasti ini dianggap penting karena berperan besar dalam perantara antara aksara Kawi dengan Aksara Buddha.

14. Prasasti Kalasan

Prasasti Kalasan ditemukan di Kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Di dalamnya ditulis angka tahun 700 saka atau 778 M dan ditulis menggunakan huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa sansekerta. Prasasti ini adalah peninggalan Wangsa Sanjaya yang berasal dari Kerajaan Mataram Kuno.

Prasasti ini menjelaskan tentang Guru Sang Raja berhasil untuk membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana atau Kariyana Panangkara yang merupakan mustika keuarga Sailendra (Sailendra Wasatilaka) atas permintaan dari keluarga Syailendra.

Untuk membangun bangunan suci Dewi Tara serta sebuah biara bagi para pendeta, dan juga sebagai hadiah untuk Desa Kalasan untuk para sanggha (umat Buddha).  Bangunan suci yang dimaksud dalam prasasti adalah Candi Kalasan.

K. Kesimpulan

Kerajaan Mataram Kuno berdiri ditahun 732 Masehi dan berdiri di desa Canggal (sebelah barat kota Magelang). Pada masa itu didirikan juga sebuah Lingga atau lambang siwa di atas sebuah bukit di daerah Kanjarakunja yang didirikan oleh Raja Sanjaya.

Raja-raja yang pernah memerintah dalam Kerajaan Mataram Kuno
  • Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
  • Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
  • Sri Maharaja Rakai Panunggalan (780-800 M)
  • Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)
  • Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M)
  • Sri Maharaja Rakai Pikatan (840-863 M)
  • Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (863-882 M)
  • Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882-898 M)
  • Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910 M)

Beberapa aspek kehidupan yang berubah dalam perkembangan kehidupan pada masa Kerajaan Mataram Kuno
  • Aspek Kehidupan Politik
  • Aspek Kehidupan Sosial
  • Aspek Kehidupan Ekonomi
  • Aspek Kehidupan Budaya Hindu-Buddha.

Raja yang Terkenal di dalam Kerjaan Mataram Kuno

1. Balitung

Raja Balitung memerintah dari tahun 898-915 M yang terkenal mampu memperluas wilayah kekuasaan kerajaan hingga Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. di tahun 907 ia membangun prasasti Mantyasih atau yang disebut sebagai piagam Balitung yang berisi daftar raja-raja Matara Kuno.

2. Samaratungga

Raja Samaratungga memerintah dari tahun 812 – 833 M. Samaratungga adalah orang yang memprakarsai pembangunan monumen Candi Borobudur yang menjadi candi Buddha terbesar yang ada di dunia. Samaratungga menikah denga Dewi Tara (putri kerajaan Sriwijaya). Beliau juga menciptakan aliansi politik yang erat antara mataram kuno dengan sriwijaya.

3. Rakai Pikatan

Rakai Pikatan memerintah dari tahun 840 – 856 M yang terkenal karena jasanya dalam membangun Candi Prambanan yang waktu itu didedikasikan untuk Dewa Siwa. Candi Prambanan menjadi candi agama Hindu terbesar di Indonesia.

Pikatan adalah orang yang merebut tahta kerajaan Mataram Kuno dari saudaranya Balaputra, dan memaksanya untuk pindah ke Sriwijaya. Rakai Pikatan menikah dengan Putri Pramodhawardhani (putri dari Samaratungga).

4. Mpu Sindok

Mpu Sindok memerintah dari tahun 929 – 948 M. Beliau terkenal karena mampu memindahkan pusat kerajaan dari lembah Gunung Merapi di Jawa Tengah ke lembah Sungai Brantas yang ada di Jawa Timur.

Demikianlah ulasan lengkap mengenai Kerajaan Mataram Kuno (Medang), semoga kita bisa melestarikan situs budaya dan peninggalan yang ada agar kelak bisa dilihat anak cucu kita. Semoga bermanfaat.

Post a Comment for "Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno: Raja, Kehidupan Politik, Peninggalan"

loading...
loading...
loading...