Sumber Sejarah Kerajaan Galuh: Raja, Letak, Keruntuhan dan Peninggalan
Kerajaan Galuh merupakan salah satu Kerajaan Sunda yang ada di Pulau Jawa. Kerajaan ini terletak diantara Sungai Citarum (sebelah barat) dan sungai Ci Serayu serta Cipamali (Kali Brebes) sebelah timur. Kerajaan ini merupakan penerus dari Kerajaan Kendan, bawahan dari Kerajaan Tarumanegara. Sejarah tentang keberadaan Kerajaan Galuh terdapat dalam naskah kuno Carita Parahiyangan, naskah yang ditulis dengan bahasa sunda pada awal abad ke-16.
Daftar isi
Menurut naskah tersebut, awal mula cerita mengenai Kerajaan Galuh dimulai ketika Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi Raja selama 15 tahun. Kemudian, tahta kerajaan diwariskan kepada putranya di Galuh yakni Sang Wretikandayun.
Pada masa Linggawarman menjadi Raja Tarumanegara dan berkuasa dari tahun 666, lalu wafat pada tahun 669, tahta kerajaan Tarumanegara jatuh ketangan Sri Maharaja Tarusbawa (menantunya dari Sundapura), salah satu wilayah dibawah Tarumanegara.
Baca pula: Kerajaan Demak: Pendiri, Sejarah, Silsilah, dan Peninggalannya
Kemudian, Tarusbawa memindahkan kekuasaan Tarumanegara ke Sundapura. Namun, pihak Kerajaan Galuh yang dipimpin oleh Wretikandayun memilih untuk berdiri sendiri sebagai kerajaan mandiri. Alhasil, pembagian wilayah pun terjadi, dimana Galuh dan Sunda setuju menjadikan Sungai Citarum sebagai batas teritori antar kerajaan.
A. Sumber Sejarah Kerajaan Galuh
Kata “galuh” diambil dari bahasa sansekerta yang berarti batu permata. Kata galuh juga bisa diartikan sebagai sebutan untuk ratu yang belum menikah “raja puteri). Sedangkan menurut pendapat dari sejarawan W.J. Van der Meulen, kata galuh berasal dari kata “sakaloh” yang berarti “asalnya dari sungai”. Ada juga yang berpendapat kalau kata galuh berasal dari kata galeuh yang berarti inti tengah batang kayu yang paling keras.Sumber tertulis dari luar negeri yang menyebut nama Sunda sebagian besar berasal dari abad ke-14 dan ke-15. Sumber berita tersebut antara lain adalah berita dari Cinda dan Protugis. Berita yang terdapat pada masa Dinasti Ming menyebutkan nama Sun-ta, nama ini dianggap sebagai pelafalan cina untuk nama sunda.
Hal ini sejalan dengan berita yang berasal dari Tome Piers yang menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16, negara yang di tatar Sunda memiliki hubungan niaga dengan Portugis adalah Regno de Cumda ‘Kerajaan Sunda’.
Begitupula halnya dengan Antonio Pigfetta (1522) yang meyebutkan bahwa Sunda sebagai sebuah daerah yang banyak menghasilkan lada. Bahkan, pada masa itu juga terdapat kesaksian dari seorang panyair yang ikut dalam pelayaran keliling dunia dengan Magelhaens, Camoes, mengenai adanya negara bernama Sunda.
1. Galuh Pada Masa Kerajaan
Cerita mengenai Kerajaan Galuh yang bisa dipercaya adalah berita dalam sumber primer berupa prasasti, naskah sejaman yang ditulis pada jamannya atau tidak jauh dari peristiwa yang diceritakannya, dan sumber lain yang akurat. Berdasarkan sumber-sumber diatas, Galuh disebut sebagai nama satu daerah di Jawa Barat.Kata “Galuh” dipakai sebagai bagian nama beberapa tempat, seperti Galuh (Purbalingga), Rajagaluh (Majalengka), Sirah Galuh (Cilacap), Galuh Timur (Bumiayu), Segaluh dan Sungai Begaluh (Leksono), Samigaluh (Purworejo), dan Hujung (Ujunng Galuh di Jawa Timur) muncul dalam sejarah pada abad ke-8.
Setelah berakhirnya Kerajaan Tarumanegara sekitar abad ke-5 atau abad ke-7, di daerah Jawa Barat berdiri Kerajaan Sunda sekitar abad ke-8 sampai abad ke-16. Pusat kerajaanitu berpindah-pindah, dari Galuh pundah ke Pakuan Pajajaran atau Bogor sekitar abad ke-11 hingga abad ke-13.
Kemudian pindah lagi ke Kawali abad ke-14. Selanjutnya, kerajaan itu kembali berpusat di Pakuan Pajajaran, sehingga lebih dikenal dengan nama Kerajaan Pajajaran.
Nama kerajaan seringkali berubah-ubah sesuai dengan nama ibu kotanya. Jadi, tak heran jika kerajaan beribukota di Galuh, kerajaan disebut dengan Kerajaan Galuh. Diperkirakan pusat kota Galuh waktu itu adalah Imbanagara sekarang. Raja yang terkenal berkuasa di aluh adalah Sanjaya.
Batas-batas wilayah Kerajaan Galuh waktu itu adalah : Sumedang batas sebelah utara, Galunggung dan Sukapura batas sebelah barat, Sungai Cijulang batas sebelah selatan, dan Sungai Citanduy batas sebelah timur.
Perlu disebutkan bahwa daerah Majenang, Dayeuhluhur, dan Pegadingan yang sekarang masuk wilayah Jawa Tengah, semula termasuk wilayah Galuh. Di tempat-tempat tersebut sampai sekarang pun masih terdapat orang-orang berbahasa Sunda.
2. Kerajaan Galuh dibawah Kekuasaan Mataram
Di dasar kekuasaan Mataram, daerah- daerah di Priangan yang semula berstatus kerajaan berganti jadi kabupaten. Galuh terletak di dasar kekuasaan Mataram antara tahun 1595- 1705. Galuh awal kali jatuh ke dalam kekuasaan Mataram, kala Mataram diperintah oleh Sutawijaya alias Panembahan Senopati( 1586- 1601). Oleh penguasa Mataram, Galuh dimasukkan ke dalam daerah administratif Cirebon.Sehabis Prabu Cipta Sanghiang di Galuh wafat, dia digantikan oleh puteranya bernama Ujang Ngekel bergelar Prabu Galuh Cipta Permana( 1610- 1618), berkedudukan di Garatengah( wilayah dekat Cineam, saat ini masuk daerah Kabupaten Tasikmalaya). Prabu Galuh Cipta Permana yang sudah masuk Islam( semula beragama Hindu) menikah dengan puteri Maharaja Kawali bernama Tanduran di Anjung.
Tidak hanya Garatengah, di daerah Galuh ada pusat- pusat kekuasaan, dikepalai oleh seorang yang ber- kedudukan bagaikan bupati dalam makna raja kecil. Pusat- pusat kekuasaan itu antara lain Cibatu, Utama( Ciancang), Kertabumi( Bojong Lopang), serta Imbanagara.
Mataram menguasai Galuh sesudah itu Sumedang Larang( 1620) dalam usaha menjadikan Priangan selaku wilayah pertahanan di bagian barat dalam menghadapi kemungkinan serbuan pasukan Banten serta Kompeni yang berkedudukan di Batavia.
Kekuasaan Mataram di Galuh lebih nampak kala Mataram diperintah oleh Sultan Agung( 1613- 1645) serta Galuh diperintah oleh Adipati Panaekan( 1618- 1625), putera Prabu Galuh CiptaPermana, selaku Bupati Wedana.
Kepiawaian Mataram terhadap Galuh serta Sumedang Larang sifatnya berbeda. Galuh dipahami oleh Mataram lewat metode kekerasan, sebab pihak Galuh melaksanakan perlawanan. Kebalikannya, Sumedang Larang jatuh ke dasar kekuasaan Mataram sebab berserah diri, antara lain sebab terdapatnya ikatan keluarga antara Raden Aria Suriadiwangsa penguasa Sumdang Larang dengan penguasa Mataram.
Tahun 1628 Mataram merancang penyerangan terhadap Kompeni di Batavia serta memohon dorongan para kepala wilayah di Priangan. Nyatanya rencana itu me- nimbulkan perbandingan komentar yang berujung jadi perselisihan di antara para kepada wilayah di Priangan. Dalam perihal ini, Adipati Panaekan berselisih dengan adik iparnya, ialah Dipati Kertabumi, Bupati Bojonglopang, putera Prabu Dimuntur.
Dalam perselisihan itu Adipati Panaekan terbunuh( 1625). Dia digantikan oleh puteranya bernama Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah( Cineam). Pada masa pemerintahan Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Garatengah( Cineam) ke Calincing. Tidak lama setelah itu pindah lagi ke Bendanegara( Panyingkiran).
Kala pasukan Mataram melanda Batavia( 1628), kepala wilayah di Priangan membagikan dorongan. Pasukan Galuh dipandu oleh Bagus Sutapura, pasukan Priangan dipandu oleh Dipati Ukur, Bupati Wedana Priangan. Dipati Ukur memanglah menemukan tugas spesial dari Sultan Agung buat mengusir Kompeni dari Batavia. Nyatanya Dipati Ukur kandas melakukan tugasnya. Oleh sebab itu, dia memberontak terhadap Mataram.
Pemberontakan Dipati Ukur yang berlangsung lebih- kurang 4 tahun( 1628- 1632) ialah aspek berarti yang mendesak Sultan Agung tahun 1630- an memecah daerah Priangan di luar Sumedang jadi sebagian kabupaten, tercantum Galuh.
Daerah Galuh dipecah jadi sebagian pusat kekuasaan kecil, ialah Utama diperintah oleh Sutamanggala, Imbanagara diperintah oleh Adipati Jayanagara, Bojong- lopang diperintah oleh Dipati Kertabumi, serta Kawasen diperintah oleh Bagus Sutapura. Spesial kepala- kepala wilayah yang berjasa menolong menumpas pemberontakan Dipati Ukur dinaikan oleh Sultan Agung jadi bupati di wilayah masing-masing.
Tahun 1634 Bagus Sutapura dikukuhkan jadi Bupati Kawasen—Kepala wilayah lain yang dinaikan jadi bupati antara lain Ki Astamanggala( Umbul Cihaurbeuti) jadi bupati Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangunangun, Ki Wirawangsa( Umbul Sukakerta) jadi bupati Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha, serta Ki Somahita( Umbul Sindangkasih) jadi bupati Parakanmuncang dengan gelar Tumenggung Tanubaya.)( wilayah antara Banjarsari– Padaherang).
Dia memrintah Kawasen hingga dengan 1653, setelah itu digantikan oleh puteranya bernama Tumenggung Sutanangga( 1653- 1676). Sedangkan itu, Dipati Imbanagara yang dicurigai oleh pihak Mataram berpihak kepada Dipati Ukur, dijatuhi hukuman mati( 1636). Tetapi puteranya, ialah Adipati Jayanagara( Mas Bongsar) dinaikan jadi Bupati Garatengah. Imbanagara dijadikan nama kabupaten serta Kawasen digabungkan dengan Imbanagara.
Pertengahan tahun 1642 Adipati Jayanagara memindahkan lagi ibukota Kabupaten Galuh ke Barunay( wilayah Imbanagara saat ini). Pemindahan ibukota kabupaten yang terjalin bertepatan pada 14 Mulud tahun He( 12 Juni 1642—Sejak tahun 1970- an, Pemda Kabupaten Ciamis menyangka bertepatan pada 12 Juni 1642 bagaikan Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Menimpa Hari Jadi Ciamis, dibicarakan pada akhir tulisan ini).
itu dilandasi oleh 2 alibi. Awal, Garatengah serta Bendanegara berikan kenangan kurang baik dengan ter- bunuhnya Adipati Panaekan serta Dipati Imbanagara. Kedua, Barunay dikira lebih sesuai jadi pusat pemerintahan serta hendak bawa pertumbuhan untuk kabupaten tersebut. Perihal itu antara lain ditunjukkan oleh masa pemerintahan Adipati Jayanagara yang berlangsung sepanjang 42 tahun.
Sepanjang waktu itu, daerah- daerah kekuasaan lain, ialah Kawasen, Kertabumi, Utama, Kawali, serta Panjalu dihapuskan. Seluruh wilayah itu jadi daerah Kabupaten Galuh. Dengan demikian, Kabupaten Galuh mempunyai daerah yang sangat luas, ialah dari Cijolang hingga ke tepi laut selatan serta dari Citanduy hingga perbatasan Sukapura.
Sehabis Adipati Jayanagara wafat, perannya bagaikan bupati digantikan oleh Anggapraja. Hendak namun tidak lama setelah itu jabatan itu diserahkan kepada adiknya bernama Angganaya. Sedangkan itu, wilayah Utama digabungkan dengan Bojonglopang, dikepalai oleh Wirabaya. Dipati Kertabumi yang semula memerintah Bojonglopang, dipindahkan ke Karawang serta jadi cikal- bakal bupati Karawang.
Tahun 1645 sehabis Sultan Agung wafat, Amangkurat I putera Sultan Agung kembali melaksanakan reorganisasi daerah Priangan. Daerah itu dipecah jadi sebagian wilayah ajeg( setarap kabupaten), antara lain Sumedang, Bandung, Parakan- muncang, Sukapura, Imbanagara, Kawasen, Galuh, serta Banjar.
3. Galuh di bawah kekuasaan Kompeni (VOC/Verenigde Oost-Indische Compagnie, yaitu Perkumpulan Perseroan Belanda di Hindia Timur)
Akhir tahun 1705 Galuh selaku bagian dari daerah Priangan timur diserahkan oleh penguasa Mataram kepada Kompeni lewat perjanjian bertepatan pada 5 Oktober 1705. Daerah Priangan barat jatuh ke dalam kekuasaan Kompeni lebih dulu, ialah tahun 1677-Sejak tahun 1677 di daerah Priangan memberlakukan penanaman harus, paling utama kopi serta nila( tarum) dalam sistem yang diucap Preangerstelsel).Mataram menyerahkan Priangan kepada Kompeni bagaikan upah menolong menanggulangi kemelut perebutan tahta Mataram, kompeni menolong Pangeran Puger dalam usaha merebut tahta Mataram dari keponakannya, ialah Amangkurat III alias Sunan Mas). Tetapi demikian, Galuh serta wilayah Priangan timur yang lain senantiasa terletak dalam daerah administratif Cirebon.
Saat sebelum terbentuknya perjanjian 5 Oktober 1705, Kompeni telah mengangkat Sutadinata jadi Bupati Galuh( 1693- 1706) menggantikan Angganaya yang wafat. Dia sesudah itu diganti oleh Kusumadinata I( 1706- 1727). Waktu itu Priangan terletak di bawah pengawasan langsung Pangeran Aria Cirebon selaku wakil Kompeni.
Beberapa waktu setelah itu, Bupati Kawasen Sutanangga ditukar oleh Patih Ciamis yang dikira orang ningrat tertua serta terpandai di Galuh. Wilayah Utama digabungkan dengan Bojonglopang.
Bupati Galuh selanjutnya merupakan Kusumadinata II( 1727- 1732). Oleh sebab dia tidak mempunyai putera, hingga sehabis dia wafat perannya digantikan oleh keponakannya bernama Mas Garuda, sekalipun keponakannya itu belum dewasa.
Oleh sebab itu, pemerintahan dijalankan oleh 3 orang wali, seseorang di antara lain merupakan bapak Mas Garuda sendiri, ialah Raden Jayabaya Patih Imbanagara. Mas Garuda baru memegang pemerintahan sendiri mulai tahun 1751 sampai tahun 1801, dengan gelar Kusumadinata III. Dia digantikan oleh Raden Adipati Natadikusuma( 1801- 1806).
Pada masa peralihan kekuasaan dari Kompeni kepada Pemerintah Hindia Belanda, Kabupaten Imbanagara dihapuskan. Wilayah itu digabungkan dengan Galuh serta Utama. Ketiga wilayah itu diperintah oleh Bupati Galuh.
Bagi sumber tradisional( Wawacan Sajarah Galuh), kejadian itu berlangsung akibat konflik antara Raden Adipati Natadikusuma dengan seseorang pejabat VOC yang bertabiat serta berperan agresif. Raden Adipati Natadikusuma ditahan di Cirebon. Perannya selaku Bupati Imbanagara diganti oleh Surapraja dari Limbangan( 1806- 1811).
Di bawah kekuasaan Kompeni, sistem pemerintahan tradisional yang dilakukan para bupati pada dasarnya tidak diganggu. Hal itu berlangsung pula pada masa pemerintahan Hindia Belanda( 1808- 1942).
4. Galuh Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Akhir Desember 1799 kekuasaan Kompeni berakhir akibat VOC bangkrut. Kekuasaan di Nusantara diambilalih oleh Pemerintah Hindia Belanda yang diawali oleh pemerintahan Gubernur Jenderal H. W. Daendels( 1808- 1811). Di bawah pemerintahan Hindia Belanda, Galuh senantiasa berada dalam daerah administratif Cirebon.Pada akhir masa pemerintahan Daendels, Bupati Imbanagara Surapraja wafat( 1811). Bupati Imbanagara berikutnya dijabat oleh Jayengpati Kertanegara, merangkap sebagai Bupati Cibatu( Ciamis). Sehabis pensiun, dia digantikan oleh Tumenggung Natanagara. Penggantinya merupakan Pangeran Sutajaya asal Cirebon.
Oleh karna sering berselisih paham dengan patihnya, Pangeran Sutajaya kembali ke Cirebon. Jabatan Bupati Imbanagara kembali dipegang oleh putera Galuh, ialah Wiradikusuma, serta nama kabupaten diresmikan jadi Kabupaten Galuh. Tahun 1815 Bupati Wiradikusuma memindahkan ibukota kabupaten dari Imbanara ke Ciamis.
Pada masa pemerintahan Bupati Galuh selanjutnya, ialah Adipati Adikusumah( 1819- 1839), putera Bupati Wiradikusuma, Kawali serta Panjalu dimasukkan ke dalam daerah Kabupaten Galuh. Bupati Adipati Adikusumah menikah dengan puteri Jayengpati( Bupati Cibatu).
Dari pernikahan itu kemudian lahir seseorang anak pria bernama Kusumadinata. Dia setelah itu menggantikan bapaknya jadi Bupati Galuh( 1839- 1886) dengan gelar Tumenggung Kusumadinata. Berikutnya dia berganti nama jadi Raden Adipati Aria Kusumadiningrat. Dia ialah Bupati Galuh terkemuka yang diketahui dengan julukan“ Kangjeng Prebu”.
Semenjak tahun 1853, Bupati R. A. A. Kusumadiningrat tinggal di Keraton Sela- gangga yang dilengkapi oleh suatu masjid serta kolam air mancur. Tahun 1872 di taman keraton dibentuk tempat pemandian yang diucap Jambansari—Pemandian itu kerap digunakan oleh masyarakat warga dengan iktikad“ ngalap berkah” dari“ Kangjeng Prebu”).
Antara tahun 1859- 1877, dibentuk sebagian gedung di pusat kota kabupaten( Ciamis). Gedung- gedung dimaksud merupakan gedung kabupaten yang lumayan megah( di posisi Gedung DRPD saat ini), Masjid Agung, Kantor Asisten Residen( gedung kabupaten saat ini), tangsi militer, penjara, kantor telepon, rumah kontrolir, serta lain- lain.
Bupati R. A. A. Kusumadiningrat sangat besar jasanya dalam memajukan ke- hidupan rakyat Kabupaten Galuh. Jasa- jasa itu antara lain membuat beberapa irigasi, membuka sawah beribu- ribu bau, mendirikan 3 buah pabrik penggilingan kopi, membuka perkebunan kelapa, membangun jalur antara Kawali– Panjalu, mendirikan“ Sakola Sunda” di Ciamis( 1862) serta di Kawali( 1876).
Atas jasa- jasa tersebut, dia mendapatkan ciri kehormatan ataupun atribut kebesaran dari Pemerintah Hindia Belanda berbentuk Songsong Kuning( payung kebesaran bercorak kuning mas) tahun 1874) serta bintang Ridder in de Orde van den Nederlandschen Leeuw(“ Bintang Leo”) tahun 1878).
Jabatan Bupati Galuh berikutnya diwariskan kepada puteranya, ialah R. A. A. Kusumasubrata( 1886- 1914). Pada masa pemerintahan bupati ini, mulai tahun 1911 Ciamis dilalui oleh jalur kereta api jalan Bandung– Cilacap. via Ciawi- Malangbong- Tasikmalaya.
Pada masa pemerintahan Bupati Galuh selanjutnya, ialah Bupati R. T. A. Sastrawinata( 1914- 1935), Kabupaten Galuh dilepaskan dari daerah administratif Cirebon serta masuk ke dalam daerah Keresidenan Priangan( tahun 1915). Nama Kabupaten diganti jadi Kabupaten Ciamis. Antara tahun 1926- 1942, Ciamis masuk ke dalam Afdeeling Priangan Timur bersama- sama dengan Tasikmalaya serta Garut, dengan ibukota afdeeling di kota Tasikmalaya.
B. Raja-raja Kerajaan Galuh
Setiap kerajaan pastilah memiliki seorang pemimpin atau raja. Berikut adalah raja-raja yang pernah berkuasa dan memimpin di Galuh:- Wretikandayun (Rahiyangta ri Menir, 612-702)
- Mandiminyak atau Prabu Suraghana (702-709)
- Sanna atau Séna/Sannaha (709-716)
- Purbasora (716-723)
- Rakeyan Jambri/Sanjaya, Rakai Mataram/Harisdarma (723-732); Galuh bersatu dengan Sunda
- Tamperan Barmawijaya (732-739)
- Sang Manarah (739-746)
- Rakeyan ri Medang (746-753)
- Rakeyan Diwus (753-777)
- Rakeyan Wuwus (777-849)
- Sang Hujung Carian (849-852)
- Rakeyan Gendang (852-875)
- Dewa Sanghiyang (875-882)
- Prabu Sanghiyang (882-893)
- Prabu Ditiya Maharaja (893-900)
- Sang Lumahing Winduraja (900-923)
- Sang Lumahing Kreta (923-1015)
- Sang Lumahing Winduraja (1015-1033)
- Rakeyan Darmasiksa (1033-1183)
- Sang Lumahing Taman (1183-1189)
- Sang Lumahing Tanjung (1189-1197)
- Sang Lumahing Kikis (1197-1219)
- Sang Lumahing Kiding (1219-1229)
- Aki Kolot (1229-1239)
- Prabu Maharaja (1239-1246)
- Prabu Bunisora (1357-1371)
- Mahaprabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475)
- Dewa Niskala (1475-1483)
- Ningratwangi (1483-1502)
- Jayaningrat (1502-1528)
- maharaja cipta sanghyang di galuh ( 1528-1595 )
Raden Aria Koesoemadininggrat, regent (bupati) Galuh (1879) |
Berdasarkan Naskah Wangsakerta, daftar lengkap mengenai raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Galuh antara lain:
- Sang Wretikandayun (534-592) Saka (S)/ (612/3-670/1) M (Masehi) sebagai Raja Galuh.
- Sang Mandiminyak/ Suraghana (624-631) Saka/ (702/3-709/10) M.
- Sang Senna atau Sanna, 631-638 Saka/ (709/10-716/7) M.
- Sang Purbasura (638-645) Saka/ (716/7-723/4) M.
- Sang Sanjaya, Rakai Mataram (645-654) Saka/ (723/4-732/3) M, sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Sang Tamperan (654-661) Saka/ (732/3-739/40) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Sang Manarah (661-705) Saka/ (740-784), sebagai penguasa Galuh.
- Sang Manisri (705-721) Saka/ (783/4-799/800) Masehi sebagai raja Galuh.
- Sang Tariwulan (721-728) Saka/ (799/800-806/7) sebagai raja Galuh.
- Sang Welengsa (728-735) Saka (806/7-813/4) M sebagai raja Galuh.
- Prabhu Linggabhumi (735-774) Saka/ (813/4-852/3) M sebagai raja Galuh.
- Danghyang Guru Wisuddha (774-842) Saka/ (852/ 3-920/1) M sebagai ratu Galuh.
- Prabhu Jayadrata (843-871) S/ (921/2-949/50 M sebagai ratu Galuh.
- Prabhu Harimurtti (871-888) S/ (949/50-966/7) M.
- Prabhu Yuddhanagara (888-910) S/ (966/7-988/9) M sebagai ratu Galuh.
- Prabhu Linggasakti (910-934) S/ (988/9-1012/3) M sebagai ratu Galuh.
- Resiguru Dharmmasatyadewa (934-949) S (1012/3-1027/8) M sebagai raja Galuh.
- Prabhu Arya Tunggalningrat (987-1013) S/ (1065/6-1091/2) M sebagai raja wilayah Galuh.
- Resiguru Bhatara Hyang Purnawijaya (1013-1033) S/ (1091-1111) M sebagai ratu Galuh.
- Bhatari Hyang Janawati (1033-1074) S/ (1111/2-1152/3) M sebagai ratu Galuh dengan ibu kota Galunggung.
- Prabhu Dharmmakusuma (1074-1079) S/ (1152/3-1157/8) M sebagai maharaja Galuh dan Sunda.
- Prabu Guru Darmasiksa (1097-1219) S/ (1157/8-1297/8) M sebagai maharaja Galuh dan Sunda.
- Rakeyan Saunggalah (1109-1219) S/ (1167/8-1297/8) M sebagai ratu Galuh, (1219-1225) S/ (1297/8-1303/4) M menjadi Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Citragandha (1225-1233) S/ (1303/4¬-1311/2) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Linggadewata (1233-1255) S/ (1311/2-1333/4) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Ajiguna (1255-1262) S/ (1333/4-1340/1) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Ragamulya (1262-1272) S/ (1340/1¬-1350/1) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Linggabhuwana (1272-1279) S/ (1350/1-1357/8 M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Mangkubhumi Suradhipati (1279-1293) S/ (1357/8-1371/2) M, Maharaja Galuh dan Sunda .
- Mahaprabu Niskala Wastu Kancana (1293-1397) S/ (1371/2¬-1475/6), penguasa Galuh dan Sunda.
- Dewa Niskala atau Ningrat Kancana (1397-1404) S/ (1475/6-1482/3 M, sebagai raja Galuh.
- Prabhu Ningratwangi (1404-1423) S/ (1482/3-1501/2) M, sebagai ratu Galuh mewakili kakaknya, Sri Baduga Maharaja penguasa Galuh dan Sunda.
- Prabhu Jayaningrat (1423-1450) S/ (1501/2-1528/9) M Prabhu Jayaningrat bukan ratu Galuh terakhir, dan kerajaan Galuh tidak ditaklukkan oleh Kerajaan Cirebon namun Kawali tidak jadi pusat Kerajaan Galuh tetapi berpindah ke Galuh Salawe Pangauban di Cimaragas, Ciamis.
- Maharaja Cipta Sanghyang di Galuh Salawe ( 1528-1595 ) di Cimaragas, Ciamis. Masa Kerajaan Galuh berakhir di jaman Mataram 1595 saat itulah raja raja di ruh pulau Jawa termasuk galuh di turunkan statusnya menjadi kebupatian oleh Mataram.
- Prabu Cipta Permana (1595-1618) M raja Kerajaan Galuh terakhir? Dapat pula dilihat dalam Daftar Bupati Ciamis dimana Adipati Panaekan (1618 - 1625) M sebagai bupati Galuh pertama (Kerajaan Galuh jadi Kabupaten Galuh sampai tahun 1914) atau Ciamis (nama Kabupaten Ciamis sejak 1916 zaman bupati Aria rawinata yang menjabat tahun 1914 - 1935).
Galuh Kawali Sepeninggalan Prabu Jayaningrat
Setelah masa pemerintahan prabu Jayaningrat, kekuasaan Galuh Kawali dalam pengaruh Cirebon. Berikut adalah raja yang bertahta pada saat itu:- Pangeran Dungkut (lungkut) (1528 - 1575 M) putra Lanangbuana, raja kuningan menjadi penguasa Galuh Kawali pengganti Jayaningrat.
- Pangeran Bangsit (1575-1592 M) disebut juga Mas Palembang putra Pangeran Dungkrut.
- Pangeran Mahadikusumah/Apun di Anjung (1592 M) putra Pangeran Bangsit.
- Pangeran Usman (1643) menikahi putri Pangeran Mahadikusumah dan ia yang pertama dimakamkan di situs kawali.
- Dalem Adipati Singacala (1643-1718 M) putra Adidempul Cicit pangeran Bangsit, menikahi Nyi Anjungsari putri Pangeran U
C. Letak dan Wilayah Kerajaan Galuh
Kerajaan Galuh terletak diantara Sungai Citarum sebelah Barat dan Sungai Ci Serayu serta sebelah timurnya Sungai Cipamali (Kali Brebes). Ibu kota kerajaan galuh pernah terletak di beberapa kota, yakni Karangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis, Saunggalah, dan Kawali.D. Keruntuhan Kerajaan Galuh
Konon, kerajaan galuh tidak mengalami keruntuhan, melainkan bersatu dengan kerajaan sunda dan membentuk kerajaan baru yakni kerajaan pajajaran.Wilayah Galuh yang lain yakni Galuh Pangauban (Ciamis Selatan). Nama Galuh muncul kembali dan yang ingin menjadi Ratu Galuh yang menguasai kerajaan kecil (seperti kandaga lante) tempat Pangauban (perlindungan). Wilayah ini terletak diantara Cipamali dan Cisanggarung lalu ke daerah aliran sungai Citanduy.
Kerajaan Galuh dirancang oleh Pucuk Umum dan dibangun oleh Kamalarang serta dibantu masyarakat Pakidulan yang lokasinya di tengah hutan berjarak 5 km dari laut sepenyirihan, dengan luas sekitar 100 depa persegi atau sekitar 1,2 m.
Kemudian, sekelilingnya dipagari dengan tanaman haur Kuning yang berduri, sebelah utara dibuat alun-alun yang luasnya 50 depa persegi, disebelah selatan ada tanah kosong seluas 50 depa persegi. Keraton dibangun sangat sederhana, dibagian tenggara dibangun tujuh rumah untuk para menteri dan pegawai kerajaan yang penting.
Disekitar rumpun haur dikeliling dengan perumahan rakyat yang setia skitar 100 orang ditambah oleh rakyat Bagolo serta Kamulyan Maratama, Maradua, dan Maratiga yang sangat setia kepada Prabu Haur Kuning dalam membangun pusat Galuh Pangauban.
Pada tahun 1516 M pucuk umum (pangauban) memiliki simpati pada Islam dan ajarannya, yang pernah memimpin pasukan ke Malaka membantu Patih Yunus dari Kesultan Demak atas perintah Raden Patah.
Akan tetapi, pucuk umum tidak mau diangkat menjadi pimpinan Islam dengan alasan harus menyerang kerajaan Pajajaran, sedangkan Pajajaran itu adalah eyangnya. Pada akhirnya Pucuk Umum dibuang ke Ujung Kulon beserta istrinya.
Sebelum tahun 1596 M cirebon belum terikat oleh Mataram, bahkan daerah Ciamin Utara yang dimaksud utara Citanduy ada dibawah kekuasaan Cirebon termasuk Panjalu, Ciamis. Di tahun 1618, Mataram menaklukkan Galuh dan dimulai pergantian gelar Ratu menjadi Adipati yakni bupati dibawah kekuasaan Mataram.
E. Peninggalan Kerajaan Galuh
Bukti adanya suatu peradaban adalah dengan adanya peninggalan, baik berupa prasasti, candi, naskah, artefak, dan lainnya. Berikut adalah peninggalah dari masa kerajaan Galuh:1. Prasasti Mandiwunga
Prasasti ini ditemukan pada tahun 1985 di desa Ciapadung, Kecamatan Cisaga, Ciamis. Prasasti ini ditulis pada sebuah batu alam. Sayangnya, bagian atas prasasti ini patah dan ukuran yang ada saat ini adalah 7- cm x lebar 26 cm dan tebal 10 cm.Prasasti ini berisi lima baris puisi yang ditulis dengan huruf dan bahasa Jawa Kuno. Berikut adalah isi dari prasasti Mandiwungan hasil transkripsi:
masa krsna paksaSaat ini, prasasti Mandiwunga disimpan di Museum Negeri Sri Baduga, Bandung, Jawa Barat.
nawami haryang
pon wrehaspati wa
ra tatkala sima ri
mandiwunga……….
Terjemahan dari isi prasasti tersebut adalah sebagai berikut:
Bulan paro gelap tanggal 9,
(sadwara:paringkela n) Haryang
(pancawara/pasaran) Pon, (saptawara) Kamis
ketika itulah daerah sima (perdikan) di
Mandiwunga………………..
2. Prasasti Cikajang
Prasasti cikajang ditemukan di daerah perkebunan teh di Cikajang, di lereng barat daya Gunung Cikuray. Prasasti ini ditulis dengan aksara dan bahasa Sunda Kuno.3. Prasasti Rumatak
Prasasti ini ditemukan di Gunung Gegerhanjung, Desa Rawagirang, Singaparna, pada tahun 1877. Prasasti ditulis pada batu pipih berukuran 85 x 62 cm, ditulis dengan aksara dan bahasa sunda kuno. Isi dari prasasti setelah di transkripsi sebegai berikut:tra ba I gune apuy na
sta gomati sakakala rumata
k disusuk ku batari hyang pun
arti dari tulisan diatas adalah mengenai pendirian pusat kerajaan (nu nyusuk) di Rumatak oleh Batara Hiyang. Penanggalan pada prasasti ditulis dengan kalimat candrasangkala yang berbunyi gune apuy nasta gomati, menurut Saleh Danasmita dan Atja itu bernilai 1033 saka = 1111 masehi.
Namun sebaliknya, menurut Hasan Djafar (1991) membacanya sebagai ba-guna-apuy-diwwa yang berarti 1333 saka atau 1411 masehi. Saat ini, prasasti disimpan di Museum Nasional Indonesia.
Post a Comment for "Sumber Sejarah Kerajaan Galuh: Raja, Letak, Keruntuhan dan Peninggalan"
= > Silahkan berkomentar sesuai artikel diatas
= > Berkomentar dengan url ( mati / hidup ) tidak akan di publish