Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
loading...

Sejarah Kerajaan Majapahit: Silsilah, Kejayaan, Keruntuhan dan Peninggalan

Sejarah Kerajaan Majapahit: Silsilah, Kejayaan, Keruntuhan dan Peninggalan

Kerajaan Majapahit merupakan sebuah kerajaan bercorak Hindu-Budha yang pernah berdiri sekitar tahun 1293 hingga 1500 M di Jawa Timur, Indonesia. Majapahit mancapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, dia berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389 M. Berdasarkan sumber sejarah Negrakertagama, Kerajaan Majapahit menjadi kerajaan Hindu-Budha terakhir yang menguasai Nusantara dengan kekuasaan yang terbentar dari Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia Timur.



A. Sejarah Singkat Kerajaan Majapahit


Kemaharajaan Majapahit 1293-1527
peta kerajaan majapahit
Peta wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan wilayah kekuasaan Majapahit menurut penggambaran orang Jawa.
Bendera
Simbol
SemobyanMitreka Satata (persaudaraan yang satu dengan persamaan derajat)
Ibu KotaMojokerto, Trowulan, Kediri
BahasaJawa Kuno, Kawi, Sansekerta
AgamaSiwa-Buddha (Hindu-Buddha), Kejawen, Animisme
Bentuk PemerintahanMonarki
Mata UangKoin emas, koin perak, koin perunggu, koin gobog
PendahuluKerajaan Singasari
PenggantiKesultanan Demak
SekarangIndonesia
Malaysia
Singapura
Brunei Darussalam
Thailand
Timor Leste
Fhilipina

1. Awal Mula Berdirinya Majapahit

Sebelum Majapahit berdiri, pendahulunya Kerajaan Singasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menarik perhatian penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok yakni Kubilai Khan, ia mengutus Meng Chi ke Singasari untuk menuntut upeti. Kertanegara yang saat itu menjabat sebagai penguasa terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan dari Tiongkok dengan merusak wajah dan memotong telinganya.

Hal ini tentu membuat Kubilai Khan marah, kemudian ia mengirim ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293. Ketika itu pula, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menaklukkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran dari Aria Wiraraja, Jayakatwang mengampuni Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri.

Selanjutnya Wiraraja mengirim utusan ke Daha dengan membawa surat pernyataan yang berisi, raden wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Surat tersebut dijawab dengan senang hati, kemudian Raden Wijaya mengungsi ke hutan Tarik. Ia kemudian membangun desa baru disana yang diberi nama Majapahit, nama ini diambil dari buah maja dan rasa pahit dari buah tersebut.

Raden Wijaya kemudian bersekutu dengan pasukan Mongol yang baru tiba untuk berperang melawan Jayakatwang. Setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya malah menyerang balik sekutunya Mongol dan memakasa mereka untuk menarik pulang kembali pasukannya.

Tanggal berdirinya kerajaan Majapahit diambil dari hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yakni tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia diangkat sebagai raja dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Terjadi masalah di internal kekerajaan, beberapa orang kepercayaan Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, tapi pemeberontakan itu gagal.

Pemberontakan yang dilakukan Ranggalawe ini mendapat dukungan dari Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua peristiwa ini tertulis dalam Pararaton.

Menurut Slamet Muljana bahwa mahapatih Halayudha lah yang menjadi biang konspirasi untuk menjatuhkan semua orang terpercaya raja, supaya dia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Akan tetapi, setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara lalu diberi hukuman mati.

Setelah Wijaya wafat pada tahun 1309, tahta kerajaan jatuh ketangan putra Wijaya yakni Jayanegara. Kala Gemet begitulah sebutan dari Pararaton, yang artinya “Penjahat Lemah”. Ketika itu saat masa pemerintahan Jayanegara, ada seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone pergi mengunjungi keraton majapahit di Jawa.

Pada tahun 1328, Jayanegara meninggal akibat dibunuh oleh tabibnya, yakni Tanca. Ibu tirinya yakni Gayatri Rajapatni lah yang seharusnya menggantikan posisi Jayanegara, namun Rajapatni lebih memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi biksuni. Kemudian Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit.

Pada tahun 1336, Thribhuwana memilih Gajah Mada sebagai Mahapatih. Ketika dilantik Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun Kemaharajaan.

Selama masa pemerintahan Tribhuwana, kerajaan Majapahit tumbuh berkembang menjadi lebih besar dan dikenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana menjabat sebagai raja di Majapahit hingga kematian ibundanya pada tahun 1350. Tahta kerajaan dilanjutkan oleh putranya, yakni Hayam Wuruk.

2. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit

Hayam Wuruk memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389, ia dipanggil dengan sebutan Rajasanegara. Pada masa pemerintahannya inilah kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaan dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada.

Di bawah komando mahapatih Gajah Mada (1313-1364), majapahit lebih banyak menguasai wilayah. Berdasarkan Kakawin Nagarakertagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filiphina. Dari naskah ini membuktikan bahwa batas terluas sekaligus puncak kejayaan kemaharajaan Majapahit.

Namun, dilihat dari batas alam dan ekonomi terlihat bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tidaklah berada di bawah kekuasaan utama Majapahit, melainkan terhubung satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja-raja.

Majapahit juga menjalin hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, bahkan sempat mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Tak hanya meluncurkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Hal ini berkemungkinan didorong oleh alasan politik, karena Hayam Wuruk berkeinginan mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.

Pihak dari Kerajaan Sunda menanggapi hal ini sebagai perjanjian persekutuan. Maka pada tahun 1357, rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya pergi menuju Majapahit untuk mengantarkan sang putri dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi, Gajah Mada menganggap hal ini adalah peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit.

Peperangan antara kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Kerajaan Sunda melawan dengan gagah berani dan memberikan perlawanan, namun akhirnya mereka kewalahan dan dikalahkan. Pada peristiwa itu, hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda daat dikalahkan secara kejam.

Melihat kejadian ini, sang putri sangat kecewa dengan hati remuk redam melakukan “bela pati” atau bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya. Kisah Pasundan Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda dan naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini juga disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakertagama.

Berdasarkan Kakawin Nagarakertagama pada tahun 1365 menyebutkan bahwa budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan corak seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit.

Digambarkan oleh sang pujangga bahwa Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatra ke Papua, mencakup semenanjung Malaya dan Maluku. Budaya lokal di berbagai daerah di Nusantara mencatat legenda mengenai daerah kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka.

Namun, segala bentuk upaya pemberontakan atau tantangan yang mengancam ketuanan Majapahit atas daerah diatas dapat mengundang reaksi keras dari Majapahit. Skitar tahun 1377, beberapa tahun setelah meninggalnya Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut untuk menaklukkan pemberontakan di Palembang.

meskipun penguasa Majapahit sering meluncurkan ekspedis militer untuk memperluas wilayah kekuasaannya dan bahkan sering menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit tampaknya adalah untuk mendapatkan porsi terbesar dalam mengendalikan perdagangan di Nusantara.

3. Masa Keruntuhan Kerajaan Majapahit

Setelah mencapai masa keemasan pada abad ke-14, kedikdayaan Majapahit berangsur-angsur mulai melemah. Hal ini terlihat setelah sepeninggalan Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit masa kemunduran akibat konflik perebutan kekuasaan.

Pewaris tahta Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga mempunyai seorang putra Wirabhumi dari selirnya yang juga menuntut haknya atas tahta.

Perang saudara ini terjadi pada tahun 1405 hingga 1406 dan dikenal dengan perang Paregreg. Perang saudara ini akhirnya dimenangkan oleh Wikramawardhana, sementara itu Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Sepertinya perang saudara ini membuat kendali Majapahit melemah atas daerah-daerah kekuasaannya yang ada di seberang.

Pada masa pemerintahan Wirakmawardhana, serangkaian ekpedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jendral muslim china tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 hingga 1433.

Mulai dari tahun 1430, ekspedisi Cheng Ho sudah menghasilkan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara jawa seperti Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel. Dengan begitu Islam pun sudah memiliki pijakan di pantai utara Jawa.

Wikramawardhana menjabat hingga 1426 dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita. Ia memerintah dari tahun 1426 hingga 1447, ia adalah putri kedua dari Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada tahun 1447, Suhita mangkat dari pemerintahannya dan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya.

Kertawijaya memerintah kerajaan Majapahit sampai tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Kemudian ia meninggal pada tahun 1453. Sempat terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa adanya seorang raja akibat krisis pewarisan tahta.

Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik tahta pada tahun 1456. Kemudian ia meninggal pada tahun 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada tahun 1468 pangeran dari Kertabumi memberontak kepada Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.

Setalah kalah dari Bhre Kertabumi dalam perebutan kekuasaan, Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalam di Dha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus melanjutkan pemerintahannya disana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474.

Pada tahun 1478, Ranawijaya berhasil menaklukkan Kertabumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan.

Ranawijaya menjabat dari 1478 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Dampak dari konflik dinasti ini adalah majapahit menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang didirkan oleh keturuna Bhre Wirabumi di pantai Utara Jawa.

Pada saat Kerajaan Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Sekitar akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai padam. Ketika itu, sebuah kerajaan perdagangan baru yang delandaskan Islam, yakni Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara.

Di bagian barat majapahit yang mulai runtuh ini, mereka tak mampu lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatra. sementara itu, beberapa daerah kekuasaan Majapahit di Nusantara satu persatu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.

Waktu runtuhnya Kerajaan Majapahit berkisar pada tahun 1478 hingga 1518. Diperkirakan bertepatan pada tahun 1400 saka dan dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan.

Berdasarkan pada tradisi jawa ada sebuah Kronogram atau Candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kreaning bumi, artinya sirna hilanglah kemakmuran bumi. Sengkala ini diperkirakan tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibacai sebagai 0041, yakni 1400 saka, atau 1478 M.

Namun, yang digambarkan oleh candrasengkala itu sebenarnya adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke 11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Raden Patah yang pada waktu itu seorang Adipati Demak sebenarnya ingin membantu ayahnya dengan mengirim bala bantuan yang dipimpin oleh Sunan Ngudung, akan tetapi pasukan itu mengalami kekalahan bahkan sunan Ngudung meninggal ditangan Raden Kusen adik Raden Patah yang berpihak kepada Ranawijaya hingga para dewan wali menyarankan Raden Patah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.

Peristiwa ini kemudian diperkuat dengan adanya prasasti Jiyu dan Petak, disana tertulis bahwa Ranawijaya mengaku berhasil mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Hal ini membuat perang antara Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak sejatinya adalah keturunan Kertabhumi.

Sejatinya perang ini sudah mulai mereda pada saat Patih Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasaan Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah. Sayangnya, peperangan berkecamuk lagi saat Prabu Udata meminta bantuan Portugis. Pada tahun 1518, Demak melancarkan serangan ke Daha yang mengakhiri sejarah Majapahit dan ke Malaka.

Para abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan sebagian besar mengungsi ke pulau Bali. pengungsian ini kemungkinan besar bertujuan untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat perbuatan mereka yang selama ini mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.

Dengan jatuhnya Daha ke tangan Demak pada tahun 1518, maka kekuatan kerajaan Islam pada awal abd ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak di bawah kekuasaan Raden kemudian berubah menjadi Sultan Fatah, dan diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit.

Berdasarkan pada babad tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China. Sedangkan catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis, dan Italia menjelaskan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.

Demak makin memantapkan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah jawa. Setelah masa keruntuhan Kerajaan Majapahit, sisa-sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta kerajaan Sunda yang beribu kota di Pajajaran di bagian barat.

Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke mengungsi ke Bali. Beberapa penganut Hindu Tengger hingga saat ini masih betahan di pegunungan Tengger di kawasan Bromo dan Semeru.

B. Silsilah Kerajaan Majapahit

Raja-raja penguasa Majapahit merupakan penerus dari keluarga Kerajaan Singasari yang dirintis oleh Sri Ranggah Rajasa, sekaligus pendiri Wangsa Rajasa pada akhir abad ke-13. Di bawah ini merupakan daftar raja-raja Majapahit dari raja pertama hingga raja terakhirnya:

NoNama RajaGelarTahun
1Raden WijayaKertarajasa Jayawardhana1293 - 1309
2KalagametSri Jayanagara1309 - 1328
3Sri GitarjaTribhuwana Wijayatunggadewi1328 - 135
4Hayam WurukSri Rajasanagara1350 - 1389
5Wikramawardhana1389 - 1429
6SuhitaDyah Ayu Kencana Wungu1429 - 1447
7KertawijayaBrawijaya I1447 - 1451
8RajasawardhanaBrawijaya II1451 - 1453
Periode Kekosongan akibat perebutan tahta1453 - 1456
9Purwawisesa atau GirishawardhanaBrawijaya III1456 - 1466
10Bhre Pandansalas, atau SuraprabhawaBrawijaya IV1466 - 1468
11Bhre KertabumiBrawijaya V1468 - 1478
12GirindrawardhanaBrawijaya VI1478 - 1498

C. Kehidupan Kerajaan Majapahit


1. Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit


a. Struktur Pemerintahan

Struktur pemerintahan dan birokrasi kerajaan Majapahit sangatlah teratur, terutama pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Sepeninggalannya juga struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Saat itu Raja dianggap sebagai jelmaan dewa di dunia dan memegang otoritas politik tertinggi.

b. Aparat Birokrasi

Dalam pemerintahan seorang raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi, dari para putra dan kerabat dekat raja yang memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja langsung diteruskan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yakni:
  • Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
  • Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
    • Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi, seorang perdana menteri yang bersama raja dapat ikut melaksanan kebijaksanaan pemerintah.
  • Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
  • Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
  • Bhattara Saptaprabhu, dewan pertimbangan kerajaan yang terdiri dari para sanak saudara raja

c. Pembagian Wilayah Kerajaan Majapahit

Seperti yang sudah disinggung diatas bahwa dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit adalah kelanjutan dari kerajaan singasari yang terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah jawa.

Wilayah ini diperintah oleh upajara yang disebut Paduka Bhattara dengan gelar Bhre atau “Bhatara i”. Ini merupakan gelar tertinggi bangsawan kerajaan, biasanya posisi ini hanya diperuntukan bagi kerabat dekat raja. Mereka ditugaskan untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, serta mengelola pertahanan di erbatasan daerah yang mereka pimpin.

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dari tahun 1350 hingga 1389, terdapat 12 wilayah Majapahit yang dikelola oleh kerabat dekat raja. Adapun hierarki pengklasifikasian wilayah di Kerajaan Majapahit sebagai berikut:
  1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja
  2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan)
  3. Watek: dikelola oleh wiyasa,
  4. Kuwu: dikelola oleh lurah,
  5. Wanua: dikelola oleh thani,
  6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.

12 wilayah Kerajaan Majapahit yang dikelola oleh kerabat dekat raja, sebagai berikut:

NoWilayahGelarPenguasaHubungan dengan Raja
1Kahuripan (atau Janggala, sekarang Sidoarjo)Bhre KahuripanTribhuwanatunggadewiibu suri
2Daha (bekas ibu kota dari Kediri)Bhre DahaRajadewi Maharajasabibi sekaligus ibu mertua
3Tumapel (bekas ibu kota dari Singhasari)Bhre TumapelKertawardhanaayah
4Wengker (sekarang Ponorogo)Bhre WengkerWijayarajasapaman sekaligus ayah mertua
5Matahun (sekarang Bojonegoro)Bhre MatahunRajasawardhanasuami dari Putri Lasem, sepupu raja
6Wirabhumi (Blambangan)Bhre WirabhumiBhre Wirabhumi1anak
7PaguhanBhre PaguhanSinghawardhanasaudara laki-laki ipar
8KabalanBhre KabalanKusumawardhani2anak perempuan
9PawanuanBhre PawanuanSurawardhanikeponakan perempuan
10Lasem (kota pesisir di Jawa Tengah)Bhre LasemRajasaduhita Indudewisepupu
11Pajang (sekarang Surakarta)Bhre PajangRajasaduhita Iswarisaudara perempuan
12Mataram (sekarang Yogyakarta)Bhre MataramWikramawardhana2keponakan laki - laki
Catatan:
1 Bhre Wirabhumi sebenarnya adalah gelar: Pangeran Wirabhumi (blambangan), nama aslinya tidak diketahui dan sering disebut sebagai Bhre Wirabhumi dari Pararaton. Dia menikah dengan Nagawardhani, keponakan perempuan raja.
2 Kusumawardhani (putri raja) menikah dengan Wikramawardhana (keponakan laki-laki raja), pasangan ini lalu menjadi pewaris tahta.

Sedangkan menurut prasasti Wingun Pitu (1447 M) tertulis bahwa pemerintahan Majapahit bibagi menjadi 14 wilayah bawahan, yang dipimpin oleh seorang yang bergelar Bhre. Adapun 14 wilayah bawahan tersebut antara lain:
  1. Kahuripan
  2. Daha
  3. Tumapel
  4. Wangker
  5. Matahun
  6. Wirabumi
  7. Kabalan
  8. Kembang Jenar
  9. Pajang
  10. Jagaraga
  11. Keling
  12. Kelinggapura
  13. Singhapura
  14. Tanjungpura

Ketika Majapahit memasuki era Kemaharajaan Thalasokrasi (negara yang memiliki lingkungan kekuasaan utama berupa lautan) dibawah perintah Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkup pengaruh Majapahit. Maka terbentuklah konsep teritorial yang lebih besar, yakni:

Negara Agung, disebut juga sebagai negara utama atau inti kerajaan. daerah awal Majapahit selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk kedalam kawasan ini adalah ibu kota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Daerah ini meliputi setengah bagian timur Jawa, beserta seluruh provinsinya yang dikelola oleh para Bhre (kerabat dekat raja atau bangsawan).

Mancanegara, sebutan untuk daerah yang melingkupi Negara Agung. Daerah ini diwajibkan untuk membayar upeti tahunan, biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi yang kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah dengan keluarga kerajaan Majapahit.

Kerajaan Majapahit akan menempatkan birokrat dan pegawainya di daerah-daerah ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negerinya serta memungut pajaknya, akan tetapi mereka masih bisa menikmati otonomi internal yang cukup besar. Daerah yang termasuk kedalam kawasan Mancanegara adalah seluruh daerah Pulau Jawa, Madura, Bali, dan Dharmayasa, Pagaruyung, Lampung, dan Palembang di Sumatra.

Nusantara, merupakan daerah yang tidak mencerminkan kebudayaan jawa, tetapi masih termasuk kedalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Daerah ini tetap bisa menikmati otonomi yang besar dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokrat dan militernya di sini.

Namun, setiap pemberontakan atau tantangan yang dapat mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi keras. Yang termasuk kedalam wilayah ini adalah Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

Selain ketiga ruang lingkup pengaruh kerajaan Majapahit diatas, majapahit juga mengenal hubungan diplomatik luar negeri.

d. Hubungan Diplomatik

Kerajaan Majapahit juga menjalin hubungan diplomatik demi persekutuan. Semboyan “Mitreka Satata” dipakai oleh Mahapatih Gajah Mada sebagai landasan untuk menjalankan politik luar negeri Majapahit yang bersifat kekerabatan, hidup berdampingan secara damai dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Hal ini terdapat dalam kakawin Negarakertagama pupuh 15 bait 1.

Mitreka Satata secara harfiah memiliki arti “persaudaraan yang satu dengan dasar persamaan derajat”. Mitreka diambil dari kata mitra = sahabat dan ika = itu, sedangkan Satata = satu tata (sama derajat dan kekal). Hal ini menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan kerajaan Majapahit.

Berdasarkan pada naskah Negarakertagama pupuh 15, yang termasuk kedalam bangsa asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam).

Mitreka Satata juga bisa dikatakan sebagai negara aliansi Majapahit, karena kerajaan asing yang berada di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk kedalam kategori ini walaupun Majapahit pernah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.

2. Kehidupan Ekonomi

Roda perekonomian kerajaan Majapahit terletak pada bidang agraris dan perdagangan. Segala bentuk pajak dan denda dibayar menggunakan uang tunai. Pada masa itu sebagian jawa sudah mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Medang, pada waktu itu sudah digunakan butiran dan kepingan uang emas dan perak.

Pada tahun 1300 saat pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi yakni uang keping dalam negeri diganti dengan uang keping tembaga impor dari China. Hal ini dibuktikan dengan penemuan 10.388 uang keping koin china kuno seberat 40 kg di halaman belakang rumah penduduk di Sidoarjo.

Skala ekonomi dalam negeri Jawa tertulis dalam prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan perahu. Selain itu juga tertulis berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, tukang daging.

Berdasarkan catatan dari seorang pedagang Tiongkok, Wang Ta-Yuan, komoditas ekspor Jawa saat itu adalah lada, garam, kain, dan burung beo. Sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, keramik, dan barang besi. Menurut catatan biarawan Katolik Roma dari Italia, Odorico da Pordenone, menyebutkan bahwa istana raja jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.

Ada dua faktor penyebab kemakmuran Majapahit, faktor pertama; lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur sangat cocok untuk pertanian padi. Faktor kedua, pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku. Dari pajak pelabuhan inilah sumber pemasukan penting bagi Kerajaan Majapahit.

Terdapat pula pajak khusus bagi pedagang internasioanl yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain dari perdagangan internasional. Menurut naskah Negarakertagama menyebutkan bahwa Kemashuran Majapahit memikat banyak pedagang asing seperti India, Khmer, Siam, dan China.

3. Kehidupan Agama, Sosial dan Budaya

Corak seni dan budaya dari Kerajaan Majapahit terdaat dalam Negarakertagama yang menyebutkan bahwa budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit, dan dipengaruhi oleh Hindu-Buddha.

Secara umum kawasan Majapahit dibagi menjadi tiga kawasan yakni, kawasan ibu kota dan sekitarnya, wilayah di jawa timur dan bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang dipilih langsung oleh raja, serta wilayag taklukkan di kepulaun Nusantara yang menikmati otonomi luas.

Agama yang dianut oleh masyarakat Kerajaan Majapahit adalah agama Budha, Siwa, dan Waisnawa. Sedangkan raja dianggap sebagai titisan Buddha, Siwa, ataupun Wisnu. Didalam negarakertagama tidak ada keterangan tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin ada beberapa abdi istana yang memluk agama islam saat itu.

Para arsitek Majapahit sangatlah ahli dalam menggunakan batu bata dalam membangun candi. Candi yang dibangun berkualitas baik secara geometris dengan pemanfaatan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu. Candi buatan Majapahit yang masih bisa dilihat saat ini adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto.

D. Peninggalan Kerajaan Majapahit

Peninggalan sejarah adalah salah satu bukti nyata bahwa peradaban tersebut pernah eksis di Nusantara ini. Yang tersisa dari kerajaan Majapahit adalah bangunan atau candi dan karya sastra. Berikut adalah peninggalan-peninggalab tersebut:

Bangunan atau Candi Peninggalan Kerajaan Majapahit

1. Candi Tikus

Terletak di situs arkeologi Trowulan yakni di Dukuh Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Jawa Timur. Candi ini dinamakan candi tikus karena pada awal ditemukannya candi ini merupakan sarang tikus. Pada awalnya candi ini sudah terkubur dalam tanah dan ditemukan kembali pada tahun 1914. Penggalian situs dilakukan atas laporan dari bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat.

2. Candi Brahu

Candi ini terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Lokasi detailnya berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Asal nama brahu diambil dari kata wanaru atau warahu yang didapat dari sebuah bangunan suci yang disebut dalam prasasti Alasantan.

Candi ini dibangun menggunakan batu bata merah, menghadap ke arah barat dan berukuran sekitar panjang 22,5 m, lebar 18 m, dan tinggi 20 m. Candi ini dipengaruhi oleh corak dan kultur Buddha, diperkirakan dibangun pada abad ke-15 M.

3. Gapura Bajang Ratu

Gapura bajang ratu ini juga dikenal dengan sebutan candi bajang ratu. Walaupun sebenarnya bangunan ini lebih mirip gapura peninggalan kerajaan Majapahit. Gapura ini terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulam, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Gapura ini diperkirakan dibangun sekitar abad ke-14 dan salah satu gapura terbesar pada zaman Majapahit. Gapura ini memiliki fungsi sebagai pintu masuk menuju bangunan suci untuk memperingati wafatnya raja Jayanegara yang dalam Negarakertagama disebut “kembali ke dunia Wisnu”.

Tapi, sebelum Jayanegara meninggal candi ini digunakan sebagai pintu belakang kerajaan. dugaan ini didasarkan pada relief “Sri Tanjung” dan sayap gapura melambangkan penglepasan dan hingga kini di daerah Trowulan sudah menjadi tradisi jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.

4. Gapura Wringin Lawang

Salah satu gapura peninggalan kerajaan Majapahit yang dibangun pada abad ke-14. Gapura ini terletak di Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Wringin Lawang dalam bahasa Jawa berarti Pintu Beringin.

Gapura ini dibangun menggunakan batu bata merah dengan luas 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 m. Gapura dengan gaya gerbang terbelah ini adalah ciri dari arsitektur Majapahit dan saat ini banyak ditemukan di Bali.

Sejarawan sepakat bahwa gapura ini merupakan pintu masuk menuju komplek bangunan penting di ibu kota Majapahit. Banyak spekulasi mengenai bangunan penting tersebut, diduga gerbang ini menuju kediaman Mahapatih Gajah Mada.

5. Candi Jabung


Candi Jabung

Candi dengan corak hindu peninggalan kerajaan Majapahit. Candi ini ditemukan di Desa Jabung, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Candi ini dibangun menggunakan bata merah dengan ukuran panjang 13,3 x lebar 9,60 m dan tinggi 16,20 m. Menurut agama buddha dalam kitab Negarakertagama disebut sebagai Bajrajinaparamitapura.

dalam kitab negarakertagama diceritakan bahwa candi Jabung dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada lawatannya keliling Jawa Timur pada tahun 1359 M. Dalam kitab pararaton diceritakan bahwa Jabung adalah tempat pemakaman Bhre Gundal seorang keluarga raja.

6. Candi Ceto


Candi Ceto

Candi ini memiliki corak hindu yang diduga kuat dibangun pada masa-masa akhir era Majapahit sekitar abad ke-15 M. Candi ini terletak di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1496 m di atas permukaan laut. Secara administratif candi ini terletak di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyer.

Penduduk setempat dan peziarah menjadikan candi ini sebagai tempat pemujaan. Candi ini juga masih digunakan sebagai tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa yakni Kejawen.

7. Candi Sukuh


Candi Sukuh

Candi ini terletak di wilayah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini terkesan kontroversial dikarenakan bentuknya yang kurang lazim dan ada penggambaran alat kelamin manusia secara eksplisit di beberapa figurnya. Candi ini dibangun menjelang majapahit mengalami keruntuhan, sehingga pembangunannya kurang rapih dan terkesan sederhana.

8. Candi Pari

Candi ini ditemukan di Desa Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Arsitektur candi berbentuk persegi empat dan terbuat dari bata merah serta tutup gerbang dari batu andesit. Pada bagian atas gerbang dahulu terdapat batu tertulis angka tahun 1293 saka atau 1371 M. Candi ini adalah peninggalan Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389 M).

Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Majapahit

1. Kitab Negarakertagama

Kitab ini hasil karangan dari Empu Prapanca yang berisi cerita tentang kondisi kerajaan Majapahit, perjalanan-perjalanan dan wilayah jajahan Hayam Wuruk. Selain itu kitab ini juga mencatat adanya upacara Sradda untuk Putri Gayatri, menyinggung kehidupan agama dan pemerintahan. Didalam kitab juga tertulis raja-raja yang pernah berkuasa di Singasari dan Majapahit lengkap dengan tahun jabatan.

2. Kitab Arjuna Wijaya

Kitab ini hasil karangan dari Empu Tantular yang berisi tentang seorang raksasa Kunjarakarna yang mana seorang raksasa itu ingin sekali menjadi manusia. Kemudian raksasa itu menghadap kepada Wairocana dan diizinkan melihat neraka. Dengan ketaatannya dan patuh pada ajaran agama Budha, akhirnya apa yang dia inginkan terkabulkan.

3. Kitab Parthayajna

Kitab ini masih belum diketahui siapa pengarangnya, sedangkan isi dari kitab ini bercerita tentang keadaan Pandawa setelah kalah bermain dadu dan diakhir cerita mereka melakukan kegiatan mengembara ke hutan.

4. Kitab Sotasoma

Kitab ini merupakan karangan dari Empu Tantular yang bercerita tentang riwayat hidup Sotasoma, seorang anak raja yang menjadi pendeta Buddha pada waktu itu. Diceritakan bahwa dia rela berkorban untuk kepentingan seluruh umat manusia dimana manusia itu sedang dalam kesulitan. Selain berisi tentang riwayat-riwayat, terdapat juga sebuah ungkapan yang berbunyi “Bhinneka Tuggal Ika, TanHana Dharma Mangrawa”, yang saat ini dipakai sebagai motto negara Indonesia hingga kini.

5. Kitab Pararaton

Kitab ini berisi tentang kisah-kisah hidup raja Majapahit dan Singasari. Selain itu, terdapat juga kisah mengenai pemberontakan Sora dan Ranggalawe , Jayanegara, dan peristiwa Bubat.

6. Kitab Sorandakan

Kitab ini berisi cerita tentang pemberontakan Sora kepada Raja Jayanegara di daerah Lumajang. Kitab ini ditulis dalam bentuk kidung.

7. Kitab Sudayana

Kitab ini berisi cerita tentang peristiwa bubat, yaitu sebuah agenda pernikahan yang berubah menjadi sebuah peperangan antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda Pajajaran atas siasat seorang Mahapatih Gajah Mada. Dalam peristiwa ini kerajaan sunda dikalahkan dengan kejam dan Putri Dyah Pitaloka lebih memilih bunuh diri sebagai bentuk kehormatan (harga diri) pada negerinya.

8. Kitab Ranggalawe

Kitab ini ditulis dalam bentuk kidung yang berisi cerita tentang pemberontakan Tanggalawe dari Tuban kepada Jayanegara.

9. Kitab Panggelaran

Kitab ini berisi cerita tentang pemindahan Gunung Mahameru ke Pulau oleh Dewa Brahma, Siwa dan Wisnu. Dikatakan bagwa reruntuhan-reruntuhan dari Gunung Semeru yang ada di sepanjang pulau Jawa sudah menjadi gunung-gunung di Pulau Jawa.

10. Kitab Calon Arang

Kitab ini berisi cerita tentang tukang tenun yang bernama Calon Arang yang hidup pada masa pemerintahan Airlangga. Dia memiliki seorang putri cantik dan menawan, namun tak seorang pun yang berani mendekatinya.

Melihat hal ini Calon Arang merasa terhina dan dia menyebarluaskan penyakit di seluruh negeri. Kemudian Airlangga memerintahkan Empu Bharada untuk membunuhnya.

11. Kitab Panji Wijayakrama

Kitab ini berisi cerita tentang kisah riwayat hidup Raden Wijaya sampai ia menjadi Raja Majapahit.

12. Kitab Usana Jawa

Kitab ini berisi cerita tentang penaklukkan pulau Bali oleh Mahapatih Gajah Mada.

Demikianlah artikel mengenai sejarah kerajaan majapahit, mulai dari silsilah, kejayaan, keruntuhan dan peninggalannya. semoga artikel ini bermanfaat.

Post a Comment for "Sejarah Kerajaan Majapahit: Silsilah, Kejayaan, Keruntuhan dan Peninggalan"

loading...
loading...
loading...